Lihat ke Halaman Asli

Achmad Siddik Thoha

TERVERIFIKASI

Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Kebiasaan Menyingkat Kata, Merusak Bahasa?

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1344879725871841543

[caption id="attachment_206602" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/ Admin (shutterstock)"][/caption]
Waalaikumussalam. Terima kasih atas inspirasinya!
Www. Tks ats inspirasinya

Dua kalimat diatas adalah dua kalimat SMS (Short Message Service) balasan yang saya terima setelah saya mengirimkan kata-kata inspirasi pada anggota grup Facebook yang saya buat. Kalimat pertama kata-katanya lengkap bahkan beserta tanda bacanya. Kalimat kedua, kalimat yang bermakna sama tapi penulisannya disingkat. Saya sangat mengapresiasi dengan sangat tinggi pada balasan SMS pertama meski kalimat SMS kedua punya makna yang sama. Mengapa? Karena kalimat pada SMS pertama lengkap dan mempraktekkan penggunaan bahasa yang baik dan benar.

Kalimat SMS pertama itu selalu saya terima dari seorang novelis muda dari Malang. Dalam setiap komunikasi melalui tulisan, dia tak pernah “mengkorupsi” kata satu pun. Ia selalu menuliskan lengkap setiap kata yang ditulisnya, baik itu dalam di chatting, E-mail, status di Facebook, tweet di twitter maupun SMS. Saya pernah menanyakan kepada dia, kenapa tulisan-tulisannya bahkan di SMS tak pernah disingkat sedikitpun dan selalu lengkap dengan tanda bacanya?

“Saya ingin menuliskan bahasa secara apa adanya, Pak. Saya sudah terbiasa.” Begitu jawaban Si Novelis Muda.

Saya pun kemudian berusaha konsisten untuk mengikuti jejak Si Novelis Muda itu. Saya berusaha belajar kembali tentang penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Meski kadang membosankan, menulis kata dengan benar dan lengkap seringkali membawa kepuasan tersendiri bagi saya. Ketika saya membaca sebuah pesan atau tulisan yang ditulis lengkap sesuai kaidah bahasa yang baik, kata-kata tersebut terlihat indah.

Komunikasi melalui pesan tertulis menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia di zaman modern. Salah satu yang kerap menguji seberapa “konsisten” kita menggunakan bahasa yang baik dan benar adalah ketika mengirim pesan via pesan melalui SMS. Mengapa SMS? Karena SMS berbasis karakter dan jumlah karakter berkaitan dengan biaya (bila melebihi 160 karakter dan kelipatannya). Sangat sering saya mendapat pesan dengan kata-kata yang dipaksakan hanya mengandung 160 karakter sehingga “korupsi” huruf, spasi dan tanda baca menjadi akhirnya diterapkan. Akhirnya, isi pesan yang tadinya indah menjadi kurang elok akibat penyingkatan kata disana-sini.

Menurut saya, penggunaan (penulisan) bahasa yang “sempurna” sesuai kaidahnya mengandung beberapa faedah yaitu :

  1. Menghargai bahasa. Menghargai bahasa yang benar salah satunya dengan menerapkannya pada sisi kehidupan sehar-hari, termasuk berkomunikasi.
  2. Melestarikan bahasa. Bahasa akan lestari bila digunakan atau dimanfaatkan secara benar, sebaliknya bahasa justru akan terkikis atau rusak keberadaannya bila mulai diubah pemakaiannya (penulisannya).
  3. Menghormati orang lain. Bahasa menunjukkan penghormatan. Bila kita menuliskan kata-kata dengan sempurna, tentu saja pihak yang membacanya akan merasa dihormati dan dihargai. Apalagi bila pesan yang kita kirim itu orang yang patut kita hormati seperti guru, dosen, atasan atau orang tua tentu tidak etis pesan kita mengandung banyak sekali huruf-huruf yang dikurangi. Coba Anda bayangkan, bila kita mengirim pesan pada atasan kita memakai kata-kata yang disingkat-singkat, apakah sesuai?
  4. Bangga memakai yang benar. Menuliskan bahasa sesuai kaidahnya, akan membawa kebanggan tersendiri bagi yang mepraktekkannya. Rasa bangga dengan bahasa sendiri menjadi sangat penting di zaman sekarang seiring gempuran penggunaan bahasa gaul.
  5. Mendidik diri untuk memakai yang benar. Dengan konsisten menerapkan penulisan kata atau kalimat yang benar, kita sebenarnya sudah mendidik diri sendiri untuk konsisten pada sesuatu yang benar. Akhirnya konsistensi kita akan berbuah manfaat ketika kita aplikasikan pada aktifitas tertentu. Orang lain pun akan terinspirasi pada konsistensi kita.

Penyingkatan kata memang tetap akan kita pakai, namun cukup untuk konsumsi pribadi. Penyingkatan kata akan tetap bermanfaat khususnya bagi pekerjaan yang butuh penulisan cepat sepero notulen, wartawan dan pelajar atau mahasiswa. Namun bila tulisan itu sudah terpublikasi ke khalayak, memotong kata-kata harus dihindari untuk memberikan contoh yang baik dan menunjukkan “keindahan” dari bahasa kita tercinta, Bahasa Indonesia.

Kini penyingkatan kata menghadapi tantangan sendiri dari bahasa Alay. Bila penyingkatan kata yang umum masih bisa kita pahami seperti tsb (tersebut), yg (yang), dst (dan seterusnya), dll (dan lain-lain), krn (karena) dan kata-kata lain, maka penggunaan kata-kata dari bahasa Alay akan bisa menjadi kendala tambahan dalam praktek berbahasa yang benar khususnya pada generasi muda. Anda pasti sudah tahu dengan kata-kata Alay kan? Seperti kata; klo (kalau), datang (d4tg), cma (cuma), bru (baru) dan banyak lagi. Bahasa Alay saya pikir seperti membuat “kaidah” baru yang membuat penulisan bahasa yang benar bisa semakin jarang dipakai di ruang publik.

Mari cintai Bahasa Indonesia dengan menuliskannya secara baik dan benar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline