[caption id="attachment_174254" align="aligncenter" width="448" caption="Warga Kuala Kapuas memancing di halaman rumahnya (dok. pribadi)"][/caption]
Apa yang terbayang di benak Anda saat hidup di pemukiman dengan kondisi rawa pasang surut? Semua membayangkan rumah-rumah papan berpanggung dengan air tergenang di sekelilingnya. Anggapan ini ada benarnya, karena rawa pasang surut banyak kita jumpai di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satunya di Kaupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Salah satu kecamatan yang awalnya merupakan daerah rawa pasang surut sungai di Kabupaten Kapuas adalah Kecamatan Selat. Kecamatan ini berada di ibu kota Kabupaten Kapuas yaitu Kuala Kapuas dengan ketinggian hanya 20 mdpl (meter dari permukaan laut). Menurut warga Kuala Kapuas, dulunya Selat Kapuas adalah wilayah berair karena pengaruh pasang surut dari Sungai Kapuas, salah satu sungai terbesar di Kalimantan. Disebabkan kebutuhan pemukiman dan pengembangan wilayah, daerah rawa di Selat kemudian ditimbun dan dibangunlah pemukiman dan infrastuktur lainnya. Kini pengembangan Kabupaten Kapuas banyak dialihkan ke kecamatan Selat.
[caption id="attachment_174255" align="aligncenter" width="448" caption="Rumah panggung yang tergenang saat musim pasang di Kuala Kapuas (dok. pribadi)"]
[/caption]
Hal yang unik adalah bagaimana masyarakat bisa beradaptasi dengan kondisi pasang surut. Saat ini (12/4) di Kapuas sedang memasuki akhir musim hujan. Musim hujan adalah masa masyarakat menikmati genangan air di halaman rumah mereka. Genangan sangat disyukuri oleh warga Kapuas karena inilah saat yang tepat untuk menanam padi. Di sawah yang tergenang mereka mendapat rezeki lain berupa limpahan ikan yang masuk dari sungai. Sebagian warga juga memanfaatkan Kangkung Air yang tumbuh liar untuk dipanen dan dijual ke pasar.
Kondisi bagaimana warga Kapuas memanfaatkan genagan air, saya alami di tempat saya menginap. Saya menempati rumah panggung yang dikelilingi air di samping, di bawah dan di belakang rumah. Rumah ini memang kurang terawati sehingga halaman belakangnya penuh dengan tumbuhanir seperti Enceng Gondok, Kangkung Air dan Talas Air.
[caption id="attachment_174257" align="aligncenter" width="448" caption="Tumbuhan air liat; Kangkung Air, Enceng Gondok dan Tales Air (dok. pribadi)"]
[/caption]
Saya terkaget ketika salah satu pengelola rumah yang saya tempati pergi ke belakang sambil membawa pancing. Mau mincing atau mau naruh pancing di belakang rumah. Ternyata orang yang tahu bernama Pak Amin, sedang membawa pancing lengkap dengan umpannya untuk memancing ikan.
Memang ada ikannya, Pak Amin? Saya memilai pembicaraan. “Banyak, Pak.” “Ikan apa saja?” “Ada, Papuyu, Haruwan (Gabus), dan Sepat” “Umpannya apa, Pak?” “Itu di dalam sana.” Pak Amin menunjuk tabung bamboo berdiameter 5 cm. Saya lihat isinya “Wah, ulat Pak.” Saya sedikit terkaget.
[caption id="attachment_174256" align="aligncenter" width="448" caption="Ulat kayu sebagai umpan memancing ikan (dok. pribadi)"]
[/caption]
Pak Amin makin asyik dengan pancingnya. Untuk memperluas geraknya, Pak Amin membabat sebagian semak-semak untuk menempatkan pancingnya di beberapa tempat. Bahkan ada pancing yang ditaruh di jendela karena tepat dibawahnya adalah parit dengan ikan yang berseliweran.