Lihat ke Halaman Asli

Achmad Siddik Thoha

TERVERIFIKASI

Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

(Kisah Nyata) Cahaya di Balik Sakit

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Wajahnya tetap cerah meski tangan kiri dan kakinya tak bisa digerakkan. Tangan kananya masih terampil memencet keyboard laptop di pangkuannya. Sambil tersenyum dia menyambutku ramah. Dia adikku yang banyak memberiku inspirasi

“Wah, menulis apalagi nih, Dik” Aku menyapanya dengan sebuah pertanyaan.

“Ini, artikel tentang bagaimana membangun rumah sehat yang hijau, Bang”

“Wah, pasti banyak pepohonannya, ya, hehe?” Aku kagum padanya. Hanya dengan kursi roda dan tangan sebelah ia tetap berkarya. Aku juga mendengar dia mengerjakan pekerjaan menggambar desain rumah untuk pesanan sebuah konsultan perumahan. Ya, dia memang lulusan teknik arsitektur. Keterbatasan fisiknya karena penyakit kronis tak membuat cita-citanya menjadi arsitek kandas. Dia terus berkarya dan mengembangkan potensinya, meski sudah enam bulan lebih dirawat di rumah sakit

Enam bulan lalu, sehabis berjibaku menyelesaikan studinya di sebuah Universitas ternama di Sulawesi, ia terserang penyakit Thypus. Typhus membawanya dirawat di rumah sakit. Namun penyakitnya tak kunjung sembuh. Beberapa hari kemudian dokter memberi kabar yang mengagetkan bahwa Demam Berdarah (DBD) juga menambah deritanya.

Saat menjalani perawatan dari penyakit Thypus dan DBD, dia masih sangat ceria. Aku bisa membaca dari status di Facebook (FB) nya bahwa dia sangat tabah dan tetap bersemangat menjalani perawatan. Bahkan setiap hari.dia memberi semangat pada teman-temannya yang belum lulus agar jangan putus asa menyelesaikan studi. Kata-kata indah menghiasi status dan catatan-catata FB nya saat dia dirawat.

Dua bulan setelah dirawat, kemudian aku mendapat kabar bahwa adikku mengalami koma. Aku segera berangkat ke rumah sakit. Dokter kemudian memberitauku bahwa adikku mengalami radang otak. Ayahku juga mendapat penjelasan bahwa adikku juga keracunan obat. Kondisinya makin parah. Ia tidak sadar selama sepekan. Tubuhnya kaku. Kulihat hanya dadanya bergerak naik turun tanda ia mash bernapas.

Aku baru ingat, bahwa adikku pernah mengalami kecelakaan. Saat itu dia tidak merasakan kelainan pada kepalanya. Ternyata radang otak itulah yang membuatnya koma akibat dari kecelakaan dulu. Radang otak membuat bagian tubuhnya tidak berfungsi sempurna. Saraf-saraf pada kaki dan tangannya mengalami gangguan. Adikku harus menjalani hari-harinya dengan kursi roda. Dia sering merintih kesakitan sambil memegang kepalanya. Darah sering mengucur dari hidung dan telinganya. Aku sering tidak tega melihat penderitaannya.

Hanya kami sekeluarga yang tahu kondisi adikku ini. Banyak teman-teman adikku yang tidak tahu kalau dia masih di rumah sakit dan bertambah parah penyakitya. Teman-teannya hanya bertanya kenapa lama tidak update status.

Dokter dan perawat melarang kami tinggal sekamar menemani adikku. Adikku mengalami koma beberapa kali. Dia bahkan berpikir dirinya telah mati. Adikku pernah bercerita pada saat koma :

”Bang, aku seperti berada di dunia lain, seperti berada di lorong gelap, tapi masih mendengar semua percakapan orang-orang. Seperti di film-film itu, Bang.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline