Lihat ke Halaman Asli

Achmad Siddik Thoha

TERVERIFIKASI

Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pohon yang Merindukan Hujan

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pohon yang Merindukan Hujan*

Tuhan menciptakan alam ini dalam keseimbangan yang sempurna. Kesimbangan menghasilkan harmoni kehidupan yang indah. Dalam keseimbangan terdapat interaksi yang sangat kuat dan saling membutuhkan. Satu komponen dalam keseimbangan maka komponen lain akan terganggu. Demikian pula yang terjadi pada pohon dan air yang merupakan komponen penting dalam sikus air atau peredaran air di bumi ini.

Peredaran air di bumi dipengaruhi oleh keberadaan tumbuhan termasuk pohon di dalamnya.  Air hujan yang turun dari langit hingga kembali lagi ke langit melalui proses yang panjang.  Benda pertama yang tertimpa butiran hujan adalah pohon.  Hutan yang merupakan kumpulan makhluk hidup dan tak hidup yang didominasi oleh pohon menangkap hujan paling awal. Pohon adalah sosok hidup tetinggi di muka bumi.  Ia menangkap dan menikmati hujan paling awal. Barulah makhluk-makhluk lain menikmati segarnya air melalui perjalanan panjang hujan di pohon.

Sebelum sampai ke tanah, air hujan harus melewati pohon terlebih dulu.  Tetesan hujan ada yang diuapkan langsung saat menerpa daun, ada yang meloloskan diri melalui celah dedaunan dan ada yang mengalir perlahan di cabang dan batang. Curahan hujan deras yang tadinya keras tumbukannya, gemuruh bunyinya dan lebat jatuhnya, diredam oleh pepohonan.  Air menjadi lemah benturannya, lembut bunyinya, menetes sedikit demi sedikit, mengalir perlahan setelah melewati pepohonan. Seolah mereka, pohon dan air bermain denga asyiknya.  Air tak ingin segera jatuh ke bumi, ia senang dengan pohon yang menahannya dan mengajaknya berkelana di daun, ranting, cabang dan batang.  Pohon pun merasakan belaian lembut air di cabang dan batangnya, menggelitik daun-daunnya dan mengguyur tajuknya laksana shower.

Air menjadi jernih karena pepohonan. Air mengalir tenang oleh sebab banyaknya pohon yang menangkapnya.  Aliran air yang mengumpul di sungai takkan keruh dan bergemuruh mengerikan karena pohon menangkap, mendiamkannya cukup lama dan menembuskan ke dalam tanah dengan perlahan dan tenang. Kemudian tanah melepaskan air perlahan, tetang dan damai bagi kepentingan seluruh penghuni permukaan bumi.

Pohon dan air laksana pasangan serasi yang tak bisa dilepaskan. Pohon sangat butuh air dalam hidupnya. Tanpa air ia takkan bisa mengolah makanan.  Tanpa air ia tak bisa menghasilkan bunga dan buah.  Ketiadaan air membuat batang mengering dan daun-daunnya akan gugur. Air juga butuh pohon untuk menahannya lama di dalam bumi dan mengalir tenang di permukaan tanah. Bila pepohonan sudah tak lagi jadi tempat pertama jatuhnya air, maka bencana akan datang.

Air bisa ”mengamuk” karena kekasih pohonnya dirusak oleh manusia. Air akan menggerus tanah dengan kekuatan besar. Tanah-tanah yang tergerus akan menumpuk di sungai dan mengakibatkan pendangkalan. Curah hujan yang tinggi akan memenuhi sungai dan meluapkannya kemana saja. Air juga bergerak cepat dan ganas menghantam apa saja yang dilewatinya. Ia seolah ingin membalas perbuatan manusia yang telah menghilangkan kekasih abadinya.

Air juga tak mau tinggal lagi di tanah. Setelah ia berubah ujud menjadi banjir yang ganas, ia kemudian menguap cepat ke udara.  Maka gersanglah tanah-tanah, keringlah sungai-sungai, tak terisinya sumur-sumur dan kerontanglah tetumbuhan serta merananya hewan dan manusia.

Sahabat, air dan pohon laksana kekasih yang tak ingin berpisah. Ia adalah pasangan abadi yang diciptakan Tuhan di Alam. Air dan pohon satu sisi melambangkan kesetiaan dan sisi lain adalah kekuatan pembalasan pada para perusaknya. Ketika kita hidup dalam suasana kemesraan, maka lingkungan sekitar terasa aman dan damai. Hidup minim konflik, jarang percekcokan, perbedaaan yang saling mentoleransi dan keragaman dalam naungan cinta.

Namun bila seseorang kehilangan pasangan sejatinya, ia bisa mengalami gonjangan hidup.  Keseimbangan hidup menjadi terganggu. Kadangkala goncangan hidup menjadi labil lalu menyebabkan ia merusak dirinya sendiri bahkan merugikan orang lain. Adakalanya guncangan hidup yang melanda seseorang dapat mengganggu berjalannya kehidupan orang banyak karena yang bersangkutan tidak melaksanakan tugasnya. Orang labil akan kehilangan kendali, melupakan amanah bahkan mengakibatkan kerusakan bagi diri dan lingkungannya.

Sahabat, hidup ini akan damai, bila sepasang kekasih tidak dipaksa berpisah. Hidup tentram saat kemesraan kekasih tak dirusak. Indahnya hidup tanpa rasa iri, dengki dan hasud pada pasangan kekasih yang telah hidup damai. Namun hidup sengsara saat konflik memisahkan orangtua dengan anaknya, memisahkan istri dengan suaminya, melepaskan ikatan persaudaraan dan menghapus kenangan indah persahabatan.

Sahabat, jangan perpanjang waktu pohon melepas rindu dengan kekasih abadinya, air.  Jangan rusak kemesraan air dan pohon bila kita ingin hidup dalam suasana nyaman dan aman dari bencana.

Achmad Siddik Thoha

*Tulisan ini salah satu chapter dalam Buku KETIKA CPOHON BERSUJUD : Inspirasi Hidup dari Pohon karya Achmad Siddik Thoha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline