Lihat ke Halaman Asli

Kesendirian di Masa Tua Beserta Kesedihan yang Menyayat

Diperbarui: 1 April 2020   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : www.izi.or.id

Orang tua, ini orang tua saya, kita dan anda. Lihat wajahnya baik-baik, jika dalam perantauan pandanglah fotonya, kerutan sudah sangat banyak di wajahnya. Kerutan tersebut merupakan tanda bekas perjuangan tanpa lelah menghadapi kerasnya kehidupan.

Sebelum saya menulis tulisan ini, saya mendapatkan telepon dari kolega saya di luar kota. Bu Reni namanya seorang administrator usia 58 tahun yang telah mengabdi selama lebih dari 35 tahun sebaga pegawai negeri sipil.

"Assalamualaikum, Ini saya mas Bu Reni. Saya sudah pensiun mas per hari ini (1 april 2020)" ucapnya

"Walaikum salam, iya bu" jawab saya

"Saya minta maaf bila ada salah selama bekerja sama dengan Mas Ridwan" Lanjut Bu Reni

"Iya bu, Saya juga mengucapkan terima kasih telah dibantu urusan pekerjaan" jawab saya.

Percakapan tak berlangsung lama, hanya sekedar ucapan perpisahan menandakan akan susah untuk bertemu atau bahkan tak bertemu sama sekali. Tak terasa hati merasakan kesedihan karena sudah saya anggap sebagai orang tua sendiri selama 5 tahun bekerja dengannya. 

Tiba-tiba teringat ibu di rumah yang sudah berusia jauh lebih tua dari Bu Reni. Ibu saya sudah memasuki usia 75 tahun. Ibu saya memiliki enam anak yang sudah memiliki rumah masing-masing. Hanya saya yang tinggal bersama Ibu ditemani istri dan anak saya. 

Ketika saya dan istri bersiap pergi ke kantor di pagi hari, kadang saya melihat kesedihan di mata ibu saya. Seakan-akan pandangannya berkata "Aku ditinggal sendiri lagi". Anak saya juga dititipkan ke mertua dikarenakan Ibu sudah tidak mampu mengasuh bayi.

Sebenarnya saya sudah mencarikan pembantu rumah tangga, tetapi seringnya tidak cocok dan minta berhenti, akhirnya saya malas mencarinya lagi. Toh pekerjaan rumah tangga, saya dan istri yang mengerjakan semua di tengah-tengah kesibukan kami bekerja.

Mengingat kantor saya hanya berjarak tiga kilometer dari rumah, saya mengajari Ibu untuk menggunakan handphone dan WA (whatsapp) untuk menghubungi saya sewaktu-waktu. Proses mengajari seseorang yang lahir di jaman kemerdekaan Indonesia bukanlah hal yang mudah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline