Lihat ke Halaman Asli

Achmad Rafsanjani

Praktisi People Development. Belajar Menulis, Psikologi Sosial Politik. Penikmat Buku, Film dan Sepakbola.

Perempuan dalam Loteng

Diperbarui: 29 Oktober 2019   18:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Proyek besar feminisme selain kesamaan hak dan kesetaraan gender, adalah program pemberdayaan perempuan sebagai anti-tesis dari feminisasi kemiskinan. Termasuk didalamnya peningkatan partisipasi perempuan dalam pelbagai hal: pendidikan, kesehatan, politik hingga pengambilan keputusan publik.

Untuk beberapa hal, semisal partisipasi politik perempuan, ide-ide feminisme merupakan diskursus klasik. Plato, dalam The Republic, menyebut partisipasi politik perempuan sebagai 'bagian dari hubungan alami antar kedua jenis kelamin'. Saat itu, melihat beberapa perempuan yang sudah aktif dalam sistem politik bukanlah sesuatu yang radikal. Plato meyakini bahwa kecerdasan dan etika tidak dibatasi oleh kelas, etnis ataupun gender tertentu.

Namun demikian, keyakinan Plato tersebut sekedar meta-narasi klasik dalam dunia ide. Selama-berabad-abad, seperti keyakinan para feminis, mayoritas masyarakat kita bersifat 'patriakal'. Masyarakat kita didominasi dan dibentuk oleh laki-laki. Perempuan dikungkung oleh struktur dan harapan laki-laki, yang dikenal dengan penindasan patriakal.

Dalam zaman modern, kampanye untuk hak-hak perempuan dimulai pada abad 18 selama masa Pencerahan. 

Pencerahan, aukflarung, atau abad akal budi, adalah masa dimana para pemikir percaya bahwa 'manusia adalah ukuran bagi segalanya'.

Melalui Pencerahan, dalam Critique of Pure Reason (1781), Immanuel Kant menegaskan bahwa kodrat manusia berada dalam kemajuan, bukan pada kepercayaan masa lampau. Dunia telah semakin dewasa.

Filsafat Pencerahan yang menekankan lingkungan dan pendidikan, membantu mengatasi perbedaan-perbedaan antar gender yang pernah diketahui. Dengan ini, kualitas-kualitas bawaan dalam manusia, yang menjadi nilai stereotype laki-laki dan perempuan, disangkal.

Stereotype maskulinitas dan feminitas disangkal. Bahwa laki-laki harus aktif dan agresif, dan perempuan pasif; bahwa anak laki-laki 'secara kodrati' nakal, dan dizinkan untuk berpetualang, sedangkan anak perempuan 'secara kodrati' baik sehingga perlu 'dipenjara' untuk menjadi manis di rumah; adalah ide-ide yang disangkal oleh filsafat Pencerahan.

Perdebatan filsafat Pencerahan adalah derivasi yang memicu filsafat feminisme. Filsafat yang diyakini akan merubah secara radikal mengenai cara kita berpikir mengenai dunia laki-laki dan perempuan.

Literasi Feminisme

Literatur bercorak feminis masa itu yang menjadi bagian dari agenda reformasi perempuan diantaranya adalah Progress of Human Mind (1789), karya penulis Prancis Condorcet, dan buku Olympe de Gouges, Declaration of the Rights of Women (1789). De Gouges sendiri adalah seorang anak tukang daging yang dididik secara otodidak, yang memimpin perempuan dari berbagai kelas untuk menentang bias gender dalam Deklarasi Prancis atas Hak Manusia saat itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline