Lihat ke Halaman Asli

Achmad Saifullah Syahid

TERVERIFIKASI

Penulis

Antara Ilmu, Ngelmu, dan Sikap Bijaksana

Diperbarui: 29 Desember 2022   22:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: (PIXABAY.COM)

 

Beberapa hari terakhir saya terlibat diskusi bersama seorang kawan tentang pitutur Jawa: ngelmu kelakone kanti laku. Awalnya topik ilmu dan ngelmu tidak menjadi fokus perbincangan kami. 

Diskusi dilatari kegundahan kawan saya perihal tradisi berpikir akademis yang melacak cakrawala ilmu melalui pijakan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Menurutnya, memahami ilmu seseorang tidak harus berpijak pada empirisme atau epistemologi filosofis.

Obrolan kami mengalir begitu saja. Saya pun nyletuk, "Kita memahami atau mungkin memiliki spesialisasi pada bidang ilmu tertentu. Namun, apakah ilmu tersebut menuntun langkah hidup kita? Jangan-jangan kita belum ngelmu?" 

Celetukan itu membawa diskusi kami bergeser menuju pitutur Jawa.

Pitutur itu tertulis dalam Serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwono IV, raja Surakarta. Kalimat lengkapnya adalah Ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setya budya pangekese durangkara. Artinya, ngelmu iku (mencari ilmu itu) kelakone (tercapainya) kanthi laku (melalui proses atau perjalanan lahir dan batin).

Iman Budhi Santosa dalam buku Nasihat-nasihat Hidup Orang Jawa menyatakan ngelmu berbeda dengan ilmu. "Ngelmu adalah ajaran batin untuk bekal hidup di dunia dan akhirat," ungkapnya. Laku atau proses perjalanan lahir batin ditempuh dengan jalan memperkuat karakter positif, berbudi pekerti yang baik, dan menjauhkan diri dari perbuatan angkara.

Tampak jelas di sini, dalam pandangan manusia Jawa, ngelmu diproses melalui olah batin, olah pikir, olah mental, olah laku. Dilihat dari perspektif ini: epistemologi, empirisme, rasionalisme, serta metodologi yang diterapkan ilmu modern menjadi tampak terlalu sederhana.

Ngelmu bukan sekadar memelajari, mengkaji, meneliti bidang kajian tertentu. Ilmu diperoleh dengan cara nglakoni, mengamalkannya dalam hidup sehari-hari. Tidak seketika seseorang dapat memahami apa yang dipelajarinya. 

Namun, ketika ia mengajarkan ilmu yang dimilikinya sebagai bagian dari proses ngelmu, maka Tuhan akan memberinya pengertian-pengertian baru yang sebelumnya tidak dipahami.

Dalam laku ngelmu tradisi Jawa juga mengajarkan puasa, tirakat, menahan diri dari rakus terhadap makanan dan minuman, menghindari perbuatan tercela. Semua itu merupakan upaya penjernihan batin agar compatible, bukan saja dengan "material" keilmuan yang dipelajarinya, tetapi juga sejalan dengan "nilai-nilai" yang dikandung ilmu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline