Siapakah manusia paling cerdas di jagat maya? Jawabnya para netizen. Siapakah manusia paling kocak di dunia maya? Jawabnya masih sama, para netizen.
Tuhan Yang Maha Cerdas menciptakan makhluk bernama netizen. Komentar mereka di media sosial bukan hanya cuitan dan cuatan yang cerdas. Mereka kerap menulis, entah disadari atau tidak, yang membuat logika kita tergelitik.
Ceritanya begini. Saya membuka grup Info Seputar Jombang di Facebook. Tentu para anggotanya kebanyakan arek-arek nJombang.
Salah satu anggota ada yang rajin menayangkan perkembangan jumlah positif corona di Jombang. Data itu diambilnya dari web Dinas Kesehatan Jombang.
Setiap hari data itu muncul di beranda grup. Respons anggota grup bermacam-macam. Ada yang pro dan kontra. Ada yang memuji dan ada pula yang mencaci. Macam-macam pokoknya.
Satu komentar membuat saya menangkap momen "Aha".
Kurang lebih begini komentarnya: "Satu orang yang sakit, satu kecamatan berubah warna. Begitu sempitkah wilayah kecamatan itu?"
Ini tanggapan cerdas, terlepas dari adanya zona warna wilayah hijau, kuning, oranye, merah, merah pekat dan seterusnya.
Bukan soal warna yang saya cermati, melainkan komentar tersebut mengulik logika sehat.
Kalau memang setiap kecamatan diwarnai sesuai status bahaya, apakah hal itu otomatis atau bahkan harus mengikuti protokol kesehatan yang wajib dipatuhi?
Kalau sekadar diwarnai saja tanpa diikuti intervensi penerapan protokol kesehatan oleh pemerintah kabupaten dan kecamatan, mengapa juga diwarnai? Tidak adakan fungsi lain dari warna-warna itu selain untuk warna-warni wilayah kecamatan?