Sebagaimana "watak" obrolan yang tidak bergantung pada tema, demikian pula perbincangan saya bersama teman-teman yang malam itu awalnya ngalor ngidul akhirnya mengerucut pada kahanan normal baru.
Riuh rendah, saling sahut, saur manuk jagongan kami bagaikan orkestra. Kendati demikian, ketika satu teman bicara, teman lainnya mendengarkan.
"Kenapa dinamakan normal baru?" tanya Atem.
Riwul yang jadi sasaran pertanyaan menjawab enteng, "Ndak tahu, saya hanya menirukan orang-orang di medsos."
"Jadi kamu tadi bicara panjang lebar tentang normal baru aslinya tidak mengerti maksudnya apa?"
"Yesss!" jawab Atem sambil tertawa ngakak.
"Oalaah, Tem, Atem."
Doni yang terlihat agak terpelajar dibandingkan anak-anak itu menolong forum melalui penjelasannya tentang normal baru.
"Sebentar, sebentar...," Giplo memotong. "Mas Don, pemaparannya yang ringan-ringan saja. Jangan menggunakan istilah yang susah dipahami."
Doni mengiyakan saran Giplo.
"Normal baru dan baru normal, sama atau beda?" tanya Doni.
"Ya pasti beda," sahut Atem.