Lihat ke Halaman Asli

Achmad Saifullah Syahid

TERVERIFIKASI

Penulis

Uji Nyali Menembus Belantara, Menerabas "Jalan yang Bukan Jalan"

Diperbarui: 8 Mei 2020   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dok. pribadi/desakotaku

Kemauan berbagi bukan terutama soal yang kaya memberi yang miskin. Tidak berurusan antara yang berlimpah menyumbang kepada yang kekurangan. Bahkan, maaf, tidak pula ada kaitannya dengan kemuliaan "tangan di atas" lebih baik daripada "tangan di bawah".

Namanya saja berbagi. Ia bertumpu pada sikap empati, tepa selira,  sawang siwanang. Bisa pula berangkat dari rasa tidak tega menyaksikan keadaan tetangga atau sedulur kita. Rasa tidak tega ini sama sekali tidak mensyaratkan kekayaan yang menumpuk.

Itu sebabnya, kita dianjurkan tetap berbagi dalam kondisi lapang dan sempit.

Amma ba'du. Rombongan yang berkumpul di rumah saya, siang itu, Kamis (7/5/2020), bukan para konglomerat. Bukan para bos yang ketika wahing mengeluarkan satu karung uang.

Sebelum bahan kebutuhan pokok dibagikan kepada warga yang berhak menerima, kami berdoa mudah-mudahan kebaikan ini menjadi berkah dan manfaat. Foto: Dok. pribadi/ASS

Pada konteks tertentu, kawan-kawan saya justru manusia yang gagah bermartabat. Punya harga diri tidak ngemis-ngemis. Keyakinan mereka cuma satu: motivasi berbuat baik ya karena perbuatan itu baik. Tidak ada udang "pamrih" di balik batu. Titik.

Pukul sembilan pagi, karung berisi dua ratus paket kebutuhan pokok dinaikkan ke atas pick up. Tujuan pertama adalah Balai Desa Banjardowo.

Di sana telah menunggu perangkat desa. Seratus paket kebutuhan pokok diturunkan. Tidak pakai "gaya-gayaan" seremonial. Cukup saling mengucap terima kasih dan saling mendoakan kebaikan.

Lalu tancap gas lagi menuju kecamatan Plandaan Jombang. Saya sering mendengar dusun Rapahombo yang jadi tujuan kami. Tapi, saya belum pernah ke sana.

Doni, Zamroni dan Hari menurunkan bantuan kebutuhan pokok di depan balai desa Banjardowo. Tetap bergairah meski tengah berpuasa. Foto: Dok. pribadi/ASS

Kabarnya, itu dusun berada di pojok perbatasan Jombang paling barat. Sebelah selatan berbatasan dengan Kab. Nganjuk, sebelah barat dengan Kab. Lamongan, sebelah utara dengan Kab. Bojonegoro. Jumlah kepala keluarga di sana cukup minimalis: 75 KK.

Jaraknya dari Jombang melalui rute tercepat versi Google Map lewat desa Tanjung Wadung hanya 33,6 km.  

Tiba di Kec. Megaluh, kami harus nambang untuk menyeberangi sungai berantas. Ongkos nambang lima ribu rupiah untuk mobil. Jasa penambangan perahu ini pernah panen rezeki ketika jembatan Ploso diperbaiki. Truk dan mobil memilih nambang ketimbang didera kemacetan panjang di Ploso.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline