Lihat ke Halaman Asli

Achmad Saifullah Syahid

TERVERIFIKASI

Penulis

Mengapa Dilarang? Padahal, Sekarang Saat yang Tepat Kita "Mudik Berjamaah"

Diperbarui: 23 April 2020   12:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: KOMPAS.com/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Pemerintah telah resmi melarang masyarakat pulang kampung. Larangan ini diterapkan bukan tanpa alasan. Pencegahan terhadap makin menyebarnya virus corona menjadi pertimbangan utama.

Mudik selalu disamakan makna pengertiannya dengan pulang kampung. Mereka yang bekerja di kota besar akan selalu merindukan kampung halaman. Untuk itu, rencana pulang kampung menjadi agenda utama setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Apakah mudik selalu identik dengan pulang kampung? Adakah irisan-irisan kesadaran yang mempertemukan mudik dengan kegiatan pulang kampung? Bagaimana kalau ternyata mudik bisa dikerjakan dengan tidak pulang kampung?

Lebih spesifik lagi, apa konteks hubungan tradisi mudik dengan pulang kampung di tengah wabah virus corona?

Secara etimologi kata mudik berasal dari kata "udik" yang artinya selatan atau hulu. Pendapat yang lain menyatakan "udik" artinya kampung. Mudik bisa diartikan menuju udik atau kembali ke kampung.

Dalam bahas Jawa mudik berarti mulih dilik atau pulang sebentar. Ukara atau kata dalam bahasa Jawa yang cara pengucapannya berdekatan dengan mudik adalah modek, yang artinya terbang ke angkasa.

Dalam khasanah terminologi Islam, mudik adalah menempuh perjalanan untuk pulang kembali. Berangkat dari satu titik posisi lalu menempuhnya secara melingkar sehingga tiba kembali ke posisi awal. Umat Islam menyatakan, innaalillaahi wa innaa ilaihi roji'un.

Kalimat tarji' itu kerap dibaca saat menerima kabar duka kematian. Padahal, itu kalimat tentang kehidupan, kalimat sangkan paraning dumadi.

Mudik adalah perjalanan melingkar. Perjalanan pulang kembali yang tidak bisa ditempuh secara linier. Bukan perjalanan berbalik arah, seperti orang berjalan menuju selatan lalu balik arah kembali ke utara.

Gerak melingkar ini kerap dinyatakan dengan ungkapan "kita berasal dari tanah akan kembali menjadi tanah". Secara teologi hal ini serupa dengan kesadaran bahwa kita berasal dari Tuhan akan kembali kepada Tuhan.

Dimensi makna dan lapisan budaya mudik pun tampil beragam. Ada mudik budaya, mudik sosial, mudik pendidikan, mudik politik, mudik ragawi, mudik rohani. Bahkan, wabah virus corona saat ini menyediakan ruang dan kesempatan bagi manusia untuk melakukan mudik secara total.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline