Lihat ke Halaman Asli

Achmad Saifullah Syahid

TERVERIFIKASI

Penulis

"Memaklumi" Rencana DPR Merevisi UU KPK

Diperbarui: 11 September 2019   04:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menutup logo KPK di kantornya dengan kain hitam. (Foto: KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Setiap kali membaca akronim KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), benak saya selalu mengejanya sebagai KKPK. Ini Mizan punya produk: Kecil-kecil Punya Karya. Lantas, apa hubungan antara dua akronim itu? Saya sering terpeleset membacanya. Itu saja. 

Nyaris setiap hari berita dan tayangan mengenai lembaga anti suap itu mampir di depan mata. Goro-goro-nya pun jelas. Ada upaya  sistematis pelemahan pemberantasan korupsi di Indonesia. Tak ayal, publik pun bereaksi menolak upaya pelemahan tersebut.

Kabar terakhir yang saya baca, antropolog dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia menolak Revisi UU KKPK, eh, KPK. Alasannya gamblang. Selain revisi tersebut akan melemahkan pemberantasan korupsi, lama-lama korupsi di Indonesia bisa membudaya.

Benarkan korupsi di Indonesia belum membudaya? Jangan-jangan, praktik korupsi justru menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia?

Konon, praktik korupsi setua sejarah manusia. Dinasti pertama Mesir (3.100-2.700 SM) dicatat sebagai pemerintahan yang mendokumentasi korupsi.

Dalam cerita mitologi Cina, Dewa Dapur sebagai pengawas perilaku setiap anggota keluarga, sering "disogok" oleh penghuni rumah tangga. Anggota keluarga menutup mulut Dewa Dapur dengan kue dan madu. 

Harapannya, Dewa Dapur akan melaporkan hal yang baik-baik saja kepada Kaisar Giok, Sang Penguasa Surga.

Kita tidak tengah melegitimasi tindakan korupsi. Bagaimana pun segala bentuk korupsi adalah tindakan yang mencederai akal sehat dan menghina martabat kemanusiaan. 

Sayangnya, meski manusia telah tiba di peradaban yang digawangi teknologi digital, tindak korupsi tidak berkurang.  Kerakusan pun semakin berkembang.

Sebagaimana kejahatan yang lain, korupsi tidak akan sirna di muka bumi. Koruptor dan para penyuap akan melakukan segala cara untuk melancarkan aksinya. 

Bank Dunia memperkirakan praktik penyuapan mencapai US$1,5 triliun atau sekitar Rp. 22.000 triliun setiap tahun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline