Lihat ke Halaman Asli

Achmad Saifullah Syahid

TERVERIFIKASI

Penulis

Sungguh Mulia Misi dan Tujuan Sekolah di Negeri Ini

Diperbarui: 8 September 2019   03:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: beritasatu.com/foto: Antara

Usai mandi pagi, badan yang terasa segar belum sepenuhnya mengusir kantuk. Safir, bocah berusia 7 tahun, meletakkan kepalanya di atas bantal. Padahal ia sudah memakai seragam sekolah.

Ibunya segera merengkuh pundak Safir. Anak itu menggeliat. Di hadapannya sepiring sarapan sudah siap. "Sarapan dulu," kata ibunya. Safir menyendok makanan dengan malas. Ritual pagi semacam itu berlangsung setiap hari.

Bahkan ada pula anak yang melanjutkan tidur di mobil sepanjang perjalanan menuju sekolah. Ia dibangunkan ketika mobil berhenti di depan gerbang sekolah.

Berangkat ke sekolah adalah "fardlu ain". Anak-anak wajib mengikuti Wajib Belajar. Untuk itu, mereka harus dilatih mengerjakan kewajiban, termasuk belajar di sekolah. Adapun mereka berangkat dengan wajah murung, itu soal lain.

Masa depan harus diraih melalui pendidikan. Dan, pendidikan itu bernama sekolah. Yang tidak sekolah sama dengan tidak berpendidikan.

Orangtua mana yang rela anaknya tidak berpendidikan. Anak harus disekolahkan supaya menjadi manusia berpendidikan.

Demi mewujudkan visi serta menjalani misi pendidikan yang mulia, orangtua rela mengerjakan apa saja. Mulai bekerja sehari penuh, berangkat sebelum shubuh lalu pulang hampir tengah malam, hingga membayar biaya pendidikan berapa pun. Semua demi pendidikan anak.

Tugas orangtua adalah bekerja keras, membanting tulang, demi masa depan sang buah hati. Adapun soal menjadikan anak berpendidikan, itu kewajiban dan tugas guru di sekolah. Orangtua tinggal percaya saja pada sekolah.

Guru-guru di sekolah pun tidak mau ketinggalan. Mereka perlu memastikan siswa rajin belajar di rumah. Caranya? Setiap guru mata pelajaran menitipkan Pekerjaan Rumah (PR). Sebab, biasanya, anak tidak mau belajar saat tidak punya PR.

Semua pihak wajib berkontribusi terhadap masa depan anak Indonesia. Kali ini datang dari penerbit buku. Harus dipastikan, sejak di sekolah dasar siswa telah membaca buku pelajaran berkualitas. Ukuran halaman buku dibuat lebar. Isinya pun penuh dengan gambar yang berwarna-warni.

Tidak cukup itu. Buku diktat siswa kelas satu sekolah dasar, tebalnya hampir sebanding dengan buku siswa kelas satu SMA.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline