Lihat ke Halaman Asli

Achmad Saifullah Syahid

TERVERIFIKASI

Penulis

Jalan Kaki untuk Menyalakan Mesin Kreativitas

Diperbarui: 6 September 2016   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: http://www.hipwee.com/

Lelaki yang dipanggil “Ril” itu

sekarang berjalan cepat sekali

seolah mau berpacu dengan angin.

Dia berada di atas rel kereta ketika itu,

dan di wajahnya, di matanya, tersembunyi

kepedihan yang tidak tertahankan.

Itulah sepengal skenario “Aku”, Chairil Anawar, yang ditulis Sjuman Djaya. Adegan yang menggambarkan kepedihan setelah Chairil menerima kabar kematian neneknya. Dari narasi di atas bisa kita bayangkan Chairil berjalan cepat sekali, menyusuri rel kereta, dengan pemandangan yang khas daerah pinggiran kota. Kumuh.

Berjalan seraya memendam kepedihan yang tidak tertahankan. Ya, Chairil berjalan cepat, bukan berlari. Berjalan—cara manusia kreatif menemukan, mengolah, memendam, memancing keluar ide, gagasan, ilham. Chairil bahkan merasakan gelegak kepedihan itu dengan berjalan.

Membaca Daur, 'serial' tulisan Cak Nun akan kita jumpai kisah 'perjalanan' pula. Berjalan dan perjalanan Markesot menggapai cakrawala, menggali bumi, menyapa langit, menyelam ke kedalaman diri, merenungi kehancuran peradaban. Dalam Daur 77, Hidup Mati Berulang Kali, dinarasikan, “Ternyata Markesot sedang berjalan kaki menyusuri rel kereta api. Lurus, jauh, seakan berujung di cakrawala.Terutama sepanjang malam hari. Pada siang hari, ia terus berjalan hanya jika kiri kanannya sepi.”  

Bersama dengan Umbu Landu Paranggi, Presiden Malioboro, Cak Nun sering kali diajak melakukan isro’, berjalan pada malam hari. "Menjelang tengah malam, di tahun 1973, Umbu datang ke kamar kost saya dan mengajak pergi. Sebagaimana biasa saya langsung tancap, berjalan cepat mengejar langkah Umbu yang panjang-panjang. Hampir tiap malam kami jalan kaki menempuh sekitar 15 sd 20 km di jalanan Yogya. Sebulan dua bulan sekali kami mengukur jarak Yogya ke Magelang, ke Klaten, ke Wates, ke Parangtritis, dengan jalan kaki. Atau duduk saja di trotoar sesudah toko-toko tutup hingga pagi para pelajar berangkat sekolah," kenang Cak Nun dalam “Presiden Malioboro”.

Ada apa dengan aktivitas berjalan kaki? Konon 2000 tahun yang lalu orang Yunani kuno adalah pejalan kaki sekaligus pemikir yang tangguh. Mereka berjalan kaki dengan berolah pikir dan berfalsafah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline