Lihat ke Halaman Asli

Achmad Saifullah Syahid

TERVERIFIKASI

Penulis

[Mripat 05] Menyongsong Lahirnya Generasi Gila Membaca

Diperbarui: 20 April 2016   23:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tulisan sebelumnya, [Mripat 04] Belanja Minat Baca di Pasar, inisiatif Cak Siman mengajak anak-anak usia sekolah dasar pergi ke pasar ternyata cukup serius. Anak-anak diajak membaca: membaca dalam arti yang sebenarnya. Menangkap realitas, mencernanya, menghimpunnya, menghayatinya. Tak perlu diperdebatkan, apakah anak yang rata-rata masih SD itu akan menghasilkan sesuatu atau tidak. Toh, bukan apa hasilnya melainkan bagaimana melibatkan anak dalam aktivitas membaca secara subtansial.

Membaca tidak selalu berurusan dengan teks. Gerakan literasi pun tak sekedar mengajarkan baca tulis. Literasi dimaknai lebih luas sebagai aktivitas memanfaatkan sumber informasi bahan bacaan untuk menjawab beragam persoalan kehidupan sehari-hari.

Minat membaca ditumbuhkan melalui kepekaan seseorang menangkap realita di sekitarnya. Ia bukan hanya memandang realtas – ia adalah seorang saksi. “Kenyataan harus dikabarkan. Aku bernyanyi menjadi saksi,” demikian lirik Kesaksian.

Minat membaca (teks) bukan fase awal seseorang mau membuka buku. Terdapat fase yang mendahuluinya yaitu ketika seorang pembaca realitas kehidupan menemukan “perintah” yang harus ia kabarkan. Perintah apa? Bahwa di balik kenyataan jasadi terdapat kenyataan hakiki (kebenaran). Kebenaran inilah yang merasuki seorang penyaksi sehingga ia menuliskannya menjadi karya tulis. Dengan gagah seorang penulis menyatakan, “Aku menulis untuk menjadi saksi…”

Bagaimana seorang penyaksi sanggup menangkap kenyataan hakiki di balik kenyataan jasadi? Jawabnya, itu berkat ia (juga) membaca teks. Bagaimana ini? Dengan pengetahuan dan ilmu yang dihimpunnya melalui kegiatan membaca teks, ia memiliki seperangkat “alat” untuk menelaah, mencermati, mengkritisi realitas di hadapannya. Seperangkat “alat” ini ia pergunakan untuk menjaring makna, menemukan kebenaran, mengusung fakta hakiki. Deretan teks di buku ia tangkap dengan mata jasad; deretan kenyataan hakiki ia tatap dengan mata batin. Sebuah gerak orbitasi antara dunia teks dan dunia faktual.

Mafhumlah kita. Menumbuhkan minat baca belum tentu efektif  dengan cara “memaksa” anak membaca satu judul buku tertentu. Atau memasang target satu minggu satu buku. Minat baca akan mengalir bagai air bah ketika seseorang didorong oleh motivasi internalnya untuk menemukan jawaban atas beragam persoalan. Baik jawaban bagi persoalan eksternal lingkungannya maupun persoalan internal dirinya.

Ya, menemukan beragam persoalan. Sikap yang peka dan kritis menangkap lipatan-lipatan persoalan di lingkungan. Inilah kunci menumbuhkan minat baca. Membaca menjadi bagian integral bagi upaya pengentasan persoalan di masyarakat. Jurnalisme warga yang kini kian marak digagas, membuktikannya. Solusi bagi beragam persoalan tidak bisa dipendam. Ia harus disampaikan. Menulis menjadi sikap gerakannya.

Membaca, dengan demikian, adalah upaya penyadaran sekaligus pemberdayaan. Sadar dan menyadari bahwa semakin banyak membaca semakin luas bentangan cakrawala ilmu terhampar di hadapan kita. Juga memberdayakan potensi diri dalam rangka menjawab “perintah” di balik kenyataan yang kasat mata.

Bagaimana gerakan membaca diaplikasikan di lingkungan sekolah? Openness. Membuka mata siswa. Bukankah sekolah tidak boleh steril dan menarik diri dari persoalan lingkungan? Mengajak siswa mengamati keadaan sosial masyarakat di sekitarnya, memasang kepekaan, menemukan persoalan-persoalan di lingkungannya, bukan hanya untuk menumbuhkan minat baca saja, melainkan menantang siswa agar memiliki sikap ilmu dan pengetahuan yang mengakar. Merekalah para calon penyaksi yang memberi kontribusi solusi untuk lingkungannya.

Dari hasil membaca realitas itu, mulailah dirancang upaya-upaya solusi – yang sederhana sekalipun – dengan mengakses sumber informasi diantaranya membaca buku. Dari sini akan terpetakan minat siswa. Indikasinya akan tampak dari sikap dan solusi yang mereka tawarkan. Inilah peran membaca sebagai penyadaran (potensi) diri. Solusi yang digagas menunjukkan upaya pemberdayaan yang dipersembahkan oleh sang “sadar (potensi) diri”.  

Membaca dan menulis menemukan makna yang sebenarnya. Dua aktivitas yang multiguna. Jika ini benar dirasakan, bersiaplah menghadapi generasi yang gila “membaca”. []

jagalan 200416

image




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline