Lihat ke Halaman Asli

Achmad Saifullah Syahid

TERVERIFIKASI

Penulis

(Mripat 01) Sekolah Bukan Sekolah

Diperbarui: 15 April 2016   20:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: idolator.com"][/caption]Cak Siman, sahabat karib saya, punya pekerjaan baru. Ia mengumpulkan anak-anak kecil, seusia taman kanak-kanak dan sekolah dasar, di ruang tamunya yang tidak cukup lebar. Anak-anak itu menyambut suka cita. Tidak sedikit yang masih bertanya-tanya. Sore itu berkumpul sepuluh anak di rumah Cak Siman. Ruangan tidak bermeja kursi dipadati anak-anak yang duduk lesehan.

Saya tidak tahu persis tujuannya mengumpulkan anak-anak. “Kamu kurang pekerjaan apa?” Saya bertanya padanya. Heran. Ia tidak cukup berpendidikan untuk sekedar mengajar anak playgroup. Ngaji al Quran pun Cak Siman gruthal-grathul. Tidak lancar dan banyak salah.

Yang saya tahu, kabarnya ia pernah mengajar di sekolah dasar. Sebentar saja. Dipecat karena pikiran-pikirannya dianggap berbahaya bagi keberlangsungan sekolah. Kinerjanya kacau. Ia hanya seorang Siman. Sangat tidak layak dan wajib dipertanyakan apabila memiliki gagasan yang terlalu cemerlang. Ia pantas dicurigai. Diawasi gerak-geriknya. Diteropong segala aktivitasnya.

“Curigalah kepadaku karena aku pantas dicurigai.”

“Saya bertanya, Cak. Bukan curiga.”

“Jangankan bertanya, dijadikan bahan fitnahan pun silahkan.”

“Itu lho soal mengumpulkan anak-anak. Sampeyan ini kurang pekerjaan apa?”

Cak Siman tertawa.

“Ini tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. Kegiatan bersama anak-anak itu tidak dibiayai siapapun. Tidak ada gajinya. Tidak ada donaturnya. Tidak ada penyandang dananya. Tidak ada proposal pencairan bantuan.”

Lha kenapa anak-anak itu dikumpulkan?”

“Belajar.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline