Lihat ke Halaman Asli

Achmad Saifullah Syahid

TERVERIFIKASI

Penulis

Denotasi, Konotasi, dan Gusti Allah Mboten Sare

Diperbarui: 30 Januari 2016   01:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau Kau Kalah

Kalau kau kalah, belum tentu itu musibah, bisa juga berkah

Kalau kau kalah, bukan berarti kau dihukum Tuhan, bahkan bisa jadi sedang disiapkan hadiah kemuliaan

Kalau kau kalah, sebenarmya kau menabung atas kemenanganmu di masa mendatang

Kalau kau kalah, direndahkan disuatu tempat, kesabaranmu yang akan mengantar kemenanganmu di tempat lain

Kalau kau kalah, bukan berarti itu kekalahan bisa juga itu sebuah kemenangan

Karena pada dasarnya hidup itu bukan kalah menang, tetapi kemanfaatan

(MEP Yusron)

Kadang kita terjebak oleh situasi mental kalah menang yang kita ciptakan sendiri. Pada umumnya, menang adalah ketika apa yang kita kehendaki tercapai dan kalah adalah ketika apa yang kita kehendaki tidak tercapai, dengan berbagai dimensi dan nuansanya. Apabila masih seperti itu definisi dan siikap mental kita tentang kalah-menang, alangkah sengsara hidup ini.  

Ada orang menyiasati kalah menang dengan menciptakan trik mental, seperti kekalahan adalah kemenangan yang tertunda. Atau dengan cara menghibur diri bahwa sesungguhnya kemenangan itu tidak perlu ada apabila hanya untuk menyakiti pihak yang dikalahkan. Atau dengan gagah pihak yang kalah menyatakan kekalahan itu memang disengaja agar pihak yang menang merasa bahagia. Maka, diam-diam pihak yang kalah merasa lega dan menang karena telah membuat lawannya bahagia.

Kita bisa menciptakan trik dan memanipulasi situasi mental semacam itu agar kemenangan atau kekalahan tidak menjebak kita pada situasi besar kepala atau putus asa berkepanjangan. Dibutuhkan teknologi internal untuk mengolah hidup yang pahit terasa manis. Syaratnya adalah subyektivisme yang kuat agar fakta kesengsaran dapat diolah dan disikapi tanpa obyektivitas yang memadai. Hidup tidak selalu berjalan di jalur denotasi. Sesekali subyektivisme kita memerlukan konotasi-konotasi yang luwes dan fleksibel agar jiwa kita mengembang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline