Lihat ke Halaman Asli

Achmad Saifullah Syahid

TERVERIFIKASI

Penulis

Selamatkan Anak-anak dari Kesesatan Budaya Copas

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Copy-paste mustahil dihilangkan. Apa pasal? Ia adalah fasilitas untuk mengambil dan menempel teks atau image atau apapun. Copy-paste tidak bisa disalahkan dan dihukum. Layaknya sebilah pisau: ia bebas dari nilai dan prasangka budaya. Ketika pisau bersentuhan dengan budaya manusia disanalah berlaku nilai. Pisau tidak bisa diadili meskipun ia digunakan untuk memutilasi. Apapun yang terjadi pisau adalah alat. Akan digunakan apa alat itu bangunan cara berpikir kita yang menentukan.

Menjadi berbeda sama sekali jika urusannya adalah "budaya" copy-paste. Budaya inipun tidak serta merta berkonotasi negatif. Keadilan berpikir dan kejernihan sikap menutut kita menyikapi budaya copy-paste tanpa prasangka.

Justru yang patut disayangkan adalah copy-paste ditunggangi oleh kecurangan-kecurangan irasional saat budaya saling mencuri menjadi kewajaran dan hal yang lumrah.

Maka, persoalannya bukan pada copy-paste, tetapi pada mental pencuri: mencuri sebaris kalimat atau sekumpulan paragraf tanpa menyebutkan penulis asal dan sumbernya. Budaya copy-paste seperti cermin yang memantulkan wajah bopeng mental gemar mencuri. Mentalitas tidak percaya diri dan rendahnya kesanggupan bersyukur atas potensi diri terefleksikan dengan gamblang pada budaya copy-paste seorang pencuri.

Dan alangkah ruwetnya kasus saling mencuri di negeri ini. Mengambil jatah orang lain (copy) lalu mengakuinya sebagai milik pribadi (paste) terjadi hampir di setiap aspek kehidupan. Para koruptor mengcopy uang rakyat lalu mempastenya ke dalam rekening pribadi.

Budaya copy-paste yang seharusnya menjadi tulang punggung untuk menghasilkan karya yang bermartabat dan bermanfaat tersudut di pojok jeruji pesakitan karena ditunggangi oleh ambisi kepentingan pribadi dan kelompok.

Meluruskan Budaya Copy-Paste

Yang perlu duluruskan bukan bagaimana cara mengcopy-paste. Nilai budaya copy-paste yang terlanjur dikonotasi negatif inilah yang perlu dibenahi. Kepada anak-anak sepatutnya diajarkan cara mengcopy-paste secara bermartabat. Kuncinya adalah sikap jujur. Mendidik anak-anak bahwa ia harus jujur dan mengakui hasil karya orang lain dengan cara misalnya, menyebut sumber atau penulisnya, merupakan nilai-nilai dasar yang perlu ditanamkan sejak dini.

Dengan kata lain, jangan hanya mengajarkan bagaimana teknis mengcopy-paste. Kita tanamkan pula nilai budaya positif bagaimana mengcopy-paste. Dari hal sederhana namun mendasar ini anak-anak dilatih untuk menghargai karya orang lain dengan dilambari sikap jujur kepada diri sendiri.

Sikap menghargai orang lain dan jujur kepada diri sendiri yang ditanamkan sejak dini kelak akan menuai buah karakter positif pada perilaku anak-anak kita. Mereka akan paham empan-papan, mengerti hak orang lain, dan menyadari kewajiban dirinya.

Budaya copy-paste bukan sekedar mengcopy dan mempaste. Ia adalah refleksi budaya yang sedang mengepung kita. Tentu kita tidak rela dikepung oleh budaya yang dimotori oleh para pencuri. Karena anak-anak kita bukan pencuri, selamatkan mereka dari budaya copy-paste yang menyesatkan[]

Pong Sahidy




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline