Lihat ke Halaman Asli

Achmad Saifullah Syahid

TERVERIFIKASI

Penulis

Anies Baswedan Merobohkan Mental Block Guru

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya cukup terperanjat membaca pernyataan Anies Baswedan dalam tulisannya “VIP-kan Guru-Guru Kita!” (Kompas.com, 28 November 2013). “Berhenti memandang soal guru sebagai ”sekadar” soalnya kementerian atau sebatas urusan kepegawaian. Soal guru adalah soal masa depan bangsa. Di ruang kelasnya ada wajah masa depan Indonesia. Gurulah kelompok yang paling awal tahu potret masa depan dan gurulah yang bisa membentuk potret masa depan bangsa Indonesia. Cara sebuah bangsa memperlakukan gurunya adalah cermin cara bangsa memperlakukan masa depannya!”

Itu memang tulisan lama namun saat ini menjelma menjadi semangat dan gerakan yang membangunkan tidur panjang bagaimana kita memandang dan memerlakukan guru. Dengan santun Anies mencoba merobohkan mental block yang mengepung guru, masyarakat, dan pejabat di lingkungan kementerian pendidikan. Soal guru bukan “sekadar” soal kementerian atau sebatas urusan kepegawaian telak menohok fakta bahwa selama ini profesi guru direduksi sebatas tugas birokrasi pendidikan.

Struktur atasan bawahan kerap menjadi model komunikasi antara guru, kepala sekolah, pengawas, dan pejabat dinas pendidikan kecamatan, kabupaten, hingga provinsi dan kementerian pusat. Hirarki paling bawah dihuni oleh para guru. Polanya selalu sama dari tahun ke tahun: regulasi bergerak dari atas ke bawah. Dalam pola atas bawah guru menjadi kelompok profesi yang mustadl’afin atau orang yang dilemahkan oleh pihak yang semestinya bertanggung jawab terhadap upaya pemberdayaan.

Guru enggan berkreasi, malas berinovasi, lemah motivasi dalam mengembangkan diri seraya merasa nyaman karena yang penting urusan kedinasan-administratif rampung merupakan fakta yang muncul akibat sikap mental dan mindset bahwa guru memang “sekadar” urusan kementerian dan kedinasan.

Bahkan di awal implementasi Kurikulum 2013 – sebatas pengetahuan saya – yang paling sering diributkan adalah landasan filososi kurikulum, karut marut tema yang saling menindih antara mata pelajaran, lemahnya sosialisasi, buku pegangan yang terlambat. Sebagai elemen suksesnya penerapan kurikulum baru itu semua memang penting. Namun sedikit sekali pihak yang menggugat dan mempertanyakan sikap mental dan mindset guru yang terkurung dalam mental block kedinasan dan kewajiban administratif.

Di acara workshop Kurikulum 2013 yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Kabupaten iseng-iseng saya main tebak-tebakan dengan diri saya sendiri. Dan tebakan saya tidak meleset: porsi materi hard skills selalu mendominasi soft skills. Artinya, membedah akar masalah bagaimana menggeser paradigma dan membangun mindset guru dilakukan setengah hati.

Lantas bagaimana sikap Anies terhadap implementasi Kurikulum 2013 dan guru sebagai ujung tombaknya? “Ya, penyesuaian kurikulum itu penting, tetapi lebih penting dan mendesak adalah menyelesaikan masalah-masalah terkait dengan guru. Guru merupakan ujung tombak. Kurikulum boleh sangat bagus, tetapi bakal mubazir andai disampaikan oleh guru yang diimpit sederetan masalah. Tanpa penyelesaian masalah-masalah seputar guru, kurikulum nyaris tak ada artinya.”

Inilah sikap yang saya tunggu dan untuk itu saya “angkat kopyah”. Mudah-mudahan di bulan Desember nanti kita mendapat keputusan sekaligus pencerahan bagaimana Kurikulum 2013 diimplementasikan, seraya diikuti upaya kongkret merobohkan mental block guru yang menjulang tinggi itu. []




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline