Lihat ke Halaman Asli

Achmad Humaidy

Blogger -- Challenger -- Entertainer

Perlawanan terhadap Konflik Agraria dalam Film Ben & Jody

Diperbarui: 13 Februari 2022   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Premanisme yang hadir dalam bayang-bayang konflik agraria (dok. Visinema Pictures)

          Kisruh perebutan lahan secara paksa yang sering dialami warga negara Indonesia diangkat begitu nyata dalam bentuk sebuah karya film. Ben & Jody hadir bak jagoan rimba pedalaman di Indonesia yang terjebak problema pengalihan lahan ulayat menjadi ladang cuan. Mereka mencari jalan keluar atas konflik agraria yang dialami rakyat jelata, pemilik modal, dan penguasa.

          Konflik agraria di Indonesia sudah sering menelan korban karena setelah ada benturan akan hadir preman bayaran yang siap mengacaukan. Berawal dari isu pembalakan liar sampai penggusuran tanah selalu saja jadi masalah yang sulit tuntas untuk diselesaikan dengan kepala dingin. Penonton pun diajak berempati atas ketakutan yang dialami warga tergusur dan melihat seperti apa kekejaman para penindas untuk berkuasa atas tanah-tanah adat di daerah.

          Dari premis filmnya saja terlihat sekali bahwa trilogi film Filosofi Kopi ini berbeda dari sebelumnya. Dahulu, FilKop lebih kental dengan unsur drama dan percintaan didalamnya. Sementara Ben & Jody mulai mengarah pada genre action atas relokasi lahan secara paksa dengan bumbu cerita persahabatan sejati yang begitu lekat.

        Tenang saja, identitas pemilik kedai kopi tersebut tetap membekas meski harus beradegan laga. Maka, sebagai penonton tak perlu berekspetasi film tentang kopi lagi ya. Cukup nikmati aksi-aksi baku hantam efek dari konflik agraria yang berkepanjangan.

          Di sebuah kecamatan, Ben menolong para petani kopi yang lahannya digusur oleh pemilik modal (korporasi). Sebagai inisiator aksi dari rakyat jelata yang tertindas, Ben pun disekap dan diculik. Aktivis lingkungan ini seolah dibungkam bersama para tahanan politis lain.

          Dari Jakarta, Jody beranjak ke desa. Ia khawatir akan kondisi Ben yang menghilang tanpa jejak. Penyelidikan Jody ternyata berhasil membawanya bertemu dengan Ben. Tapi, mereka sama-sama disekap dan diperbudak oleh kelompok preman yang diketuai Aa Tubir.

          Ben & Jody gelisah dan tak betah berada dalam suasana penindasan itu. Ben sempat mengambil perhatian Aa Tubir untuk meracik kopi buatnya. Namun, hal itu tak mampu membuat Aa Tubir luluh. Hingga Ben & Jody punya niat kabur dari penjara kayu tempat mereka ditahan.

          Akankah Ben & Jody bisa melawan segala bentuk ketidakadilan yang dialaminya? Mampukah nyawa mereka bertahan untuk membela kebenaran??

          Dari awal, film sudah dibuat menegangkan. Nuansa aksi dan perlawanan sengaja ditampilkan secara bengis. Aa Tubir yang diperankan Yayan Ruhian terbukti menjelma sebagai penjahat kelas kakap yang paling ditakutkan.

          Kengerian demi kengerian terus memuncak. Baku hantam tersaji dilayar dalam adegan tembak dan saling kejar. Beberapa kali, mereka pun membentak. Transisi cerita dirajut dengan menghentak untuk membawa penonton menikmati setiap konflik didalamnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline