Kuliner Indonesia mendadak viral di media sosial saat ada wisatawan asing yang tergila-gila dengan cita rasa khas Indonesia. Sebut saja bakso, nasi goreng, dan sate yang pernah dimakan oleh Barrack Obama.
Ada juga nasi padang yang dijadikan lagu oleh seorang pria asing dan diunggah ke YouTube. Masakan seperti nasi liwet, gado-gado, kerak telor, dan beberapa kuliner lain juga sengaja dijadikan bahan review para food vlogger yang berasal dari luar Indonesia.
Antusias mereka tidak hanya pada makanan saja, minuman seperti kopi dan es cendol juga banyak kita temui menjadi kesukaan dari orang-orang asing tersebut. Bahkan mie instan dari Indonesia saja lebih laku saat dijual di luar negeri.
Kuliner yang ada di ibu pertiwi seakan jadi warisan nenek moyang hasil dari tradisi yang harus tetap lestari. Sebagai ragam dari produk kreatif, kuliner Indonesia memang terkenal kaya bumbu yang berasal dari rempah-rempah seperti cabai, jahe, kencur, kemiri, kunyit, lengkuas, dan masih banyak lagi. Beberapa teknik pengolahan juga masih konvesional sesuai dengan ajaran budaya timur kita.
Maka, kuliner Indonesia tidak berdiri tunggal, tetapi lebih terlihat beraneka ragam. Semua kuliner yang ada terbentang dari Sabang sampai Merauke dan masih bertahan dalam unsur lokal. Bentuk penyajian juga terlihat bermacam-macam, ada yang masih menggunakan daun, piring dan gelas dari bambu, nyiru, dan sebagainya. Apapun cara pengolahan dan penyajiannya, indra pengecap kita tak bisa dibohongi karena cita rasa Indonesia tetap bertahan pada warisan budaya bangsa.
Beberapa kuliner Indonesia bahkan bisa kita temukan dengan mudah saat mengunjungi beberapa negara. Aneka sambal dan rendang khas Indonesia bisa ditemukan saat berada di Malaysia dan Singapura.
Olahan kuliner berbahan dasar kedelai seperti tahu dan tempe bisa ditemukan di London. Ada seorang bule asal Inggris bernama William Mitchell membuka warung tenda bernuansa tempe karena Ia telah jatuh cinta dengan tempe orek. Tempe mendoan ala Indonesia juga sudah banyak dimakan oleh warga Jepang di negaranya.
Sementara kuliner khas Palembang banyak diburu oleh wisatawan Jerman. Penulis juga pernah melihat beberapa wisatawan asing yang saat mengunjungi Indonesia belajar cara membuat martabak khas Indonesia di pinggir jalan. Tentu semua fenomena itu harusnya menyadarkan dan membangkitkan semangat kita untuk membuat kuliner Indonesia semakin dikenal luas.
Demi mengangkat harkat dan martabat kuliner-kuliner kebanggaan Indonesia, penulis menghimbau kepada sineas perfilman Indonesia untuk menjadikan kuliner sebagai sentral cerita film-film lokal yang bisa dibawa ke ajang festival internasional. Tema kuliner masih jarang sekali dieksplorasi oleh para sineas. Beberapa judul masih bisa dihitung dengan jari.
Sebut saja Brownies, Cintapuccino, Filosofi Kopi, Madre, Saus Kacang, Tabula Rasa, The Chocolate Chance, The Wedding and Bebek Betutu, dan film terakhir yang akan segera tayang yaitu film Aruna dan Lidahnya. Beberapa film hanya memanfaatkan judul dari nama kuliner itu sendiri.
Ada juga yang ceritanya tidak fokus tentang kuliner saja. Padahal kuliner sudah cukup komersil untuk menarik para penonton supaya datang mengunjungi bioskop kesayangannya.