Kuambil buluh sebatang
Kupotong sama panjang
Kuraut dan kutimbang dengan benang
Ku jadikan layang layang
Bermain... berlari
Bermain layang layang
Bermain kubawa ke tanah lapang
Hati gembira dan riang
Masih ingatkah Kompasianer dengan lirik lagu di atas?. Lirik lagu berjudul layang-layang yang sering kita dendangkan waktu kecil saat bermain layangan.
Layang-layang memang jadi permainan tradisional populer anak-anak yang dimainkan di lapangan terbuka. Tempat untuk bermain layang-layang di kota besar seperti Jakarta sudah sulit ditemukan saat ini. Namun, saya berhasil menemukan kembali gairah masa kecil saat melihat layang-layang yang begitu banyak menjadi ornamen dekorasi salah satu acara festival kuliner di Jakarta.
Layang-layang melayang yang terbuat dari buluh itu terlihat sederhana namun artistik. Nyala lampu-lampu pijar yang teruntai membuat suasana semakin indah. Tak heran pengunjung menjadikan arena ini sebagai salah satu tempat favorit untuk melepas penat di akhir pekan.
Jakarta Fashion & Food Festival kembali dihelat untuk keempat belas kalinya. Konsistensi acara ini setiap tahun menjadi faktor kekuatan perekonomian tersendiri untuk mendukung industri kreatif berbasis budaya. Dari tanggal 07 April – 07 Mei 2017, kekayaan warisan nusantara bisa dinikmati pada acara tahunan ini.
Dengan tema Kampoeng Tempo Doeloe (KTD), festival ini menjadi acara pertama yang saya kunjungi untuk mengapresiasi ragam kuliner tradisional tanah air di Jakarta. Saya mulai memasuki area La Piazza, Mall Kelapa Gading sebagai arena festival ini diadakan. KTD mulai dibuka dari jam 11.00-23.00 WIB di akhir pekan. Nuansa tradisional langsung menyapa pengunjung seolah masuk ke arena kampung yang membangkitkan kenangan masa lalu.
Ada lebih dari 100 kuliner lengkap dengan gerobak dan booth yang menjajakan hidangan lezat dan siap untuk disantap. Iringan musik instrumental khas nusantara pun terdengar memenuhi area festival dengan meriah.
Saya cukup bingung untuk menentukan kuliner mana yang harus dicoba terlebih dahulu saat datang ke area ini. Sengaja saya berjalan keliling dahulu menuju seluruh tenant untuk melihat menu demi menu sebelum memutuskan apa yang paling menarik untuk dicicipi. Tentu saja semua enak, semua lezat dan menggugah selera. Namun, tidak mungkin semua bisa dinikmati sekaligus.
Beberapa makanan khas betawi langsung tampak disini. Mulai dari Kue Lekker, Kue Ape, Kerak Telor Betawi Buncit, Tape Uli Ketan Pak Harry, Rujak Juhi & Asinan Betawi Pak Tata, Es Doger Pak Asep, Nasi Ulam Misjaya, ‘Tansuke’ Ketan Susu Kemayoran 1958, Soto Roxy H. Darwasa, dan Rumah Dodol Betawi Bang Rizal. Makanan yang sudah jarang kita jumpai di ibukota ini menjadi pilihan tersendiri.