Tepatnya, pada hari Sabtu (29/04/2017), aku dan teman-teman Kompasianer Penggila Kuliner menghadiri Jakarta Fashion & Food Festival 2017 di La Piazza, Mall Kelapa Gading. Motto kita pada hari itu : “Perut Kenyang, Hati Senang !”.
Festival kuliner ini merupakan festival keempat belas kalinya yang diadakan oleh Summarecon Kelapa Gading dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Acara festival sudah dimulai sejak tanggal 7 April 2017 dan akan berakhir hingga tanggal 7 Mei 2017 juga didukung oleh Kementerian Pariwisata RI dan Badan Ekonomi Kreatif RI.
Tema festival kuliner yang diangkat tahun ini yaitu “Kampoeng Tempo Doeloe” dengan mengedepankan ornamen layang-layang sebagai konsep dekorasi arena festival. Sesuai tema, sudah pasti kamu akan diajak untuk lepas rindu dengan kuliner unik yang pernah ditemui saat pulang kampung.
Ketika masuk arena ini, aku bingung melihat jajaran gerobak dan booth tenant yang memenuhi suasana kampung. Jumlahnya mencapai seratus kuliner nusantara yang tersaji di depan mata, ada gerobak Cakwe Galaxy, Putu Bambu Medan, Es Sinar Garut H. Ucu, Baklor Unyil, Gulali Harumanis, Es Podeng Gareng (Blok S), Cireng Keraton, Kembang Tahu Pak Arif, dan lain-lain. Ada juga booth Makanan Khas Bali Warung Nyoman, Masakan Manado ‘AW’, Nasi Uduk Jatinangor, Nasi Bogana May May, Seblak Soekajadi, Roti Cane Hayuda, Tahu Kalasam, Bakso Boedjangan, Pisang Goreng ‘Asen’ Pontianak dan masih banyak lagi.
Dari semua kuliner yang menarik pandangan pertama aku yaitu Lontong Kikil Sapi Surabaya. Menarik, karena tulang iga sapi dengan berbagai ukuran langsung tersaji di atas meja dan kita tinggal memilih ukuran dengan sesuka hati. Bayangkan saja, jika iga sapi itu dicampur dengan kuah kaldu, lalu kita hisap. Sungguh terasa nikmat.
Pandangan pertama ini juga menjadi pusat perhatian pengunjung yang rela antri. Mereka pun sudah tak sabar untuk mencicipi.
Rasa keingintahuanku begitu besar yang sering disebut oleh generasi kekinian dengan istilah kepo. Aku bertanya, “Apakah lontong kikil ini merupakan makanan khas Surabaya?”. “Iya, betul sekali”. Penjual makanan ini menjawab dengan singkat sambil mempersiapkan pesananku.
Lalu penjual pun mulai bercerita, biasanya kuliner ini memang terdiri dari kikil sapi (kaki sapi) dengan lontong yang dipotong kecil sebagai pengganti nasi. Lontong kikil ini enak disajikan ketika masih hangat karena jika dingin akan terasa mengental.
Setelah pesanan siap sedia, aku diperkenankan terlebih dahulu untuk mencicipi sebelum membawa makanan ini ke meja untuk disantap. Mungkin saja ada sesuatu yang kurang atau mau ditambah.
Aku pun langsung memasukkan potongan kikil yang sudah tercampur dalam kuah. ‘Wah, kikilnya begitu empuk’. Ucapan pertamaku setelah mencicipi. Penjual makanan pun mulai berbagi cerita tipsnya dalam mengolah kikil hingga empuk.
“Jadi gini, dek. Sebelum dimasak, kikil harus dibersihkan dari bulu-bulu yang menempel. Kaki sapi harus direndam di dalam air panas kemudian dikerik bulunya dengan pisau. Setelah itu, kikil dibakar sebentar agar bulu-bulu halus yang masih tertinggal langsung rontok. Setelah bersih, bagian kikil dipisahkan dari tulangnya. Proses memasaknya pun sekitar enam jam dengan perpaduan tiga jam pertama untuk merebus kikil agar empuk dan tiga jam berikutnya untuk memasukkan ke dalam bumbu agar meresap," ujar penjual makanan tersebut.