Lihat ke Halaman Asli

Achmad Humaidy

Blogger -- Challenger -- Entertainer

Media Sosial : Potret Pendidikan Kekinian yang Viral

Diperbarui: 27 Januari 2017   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@kemudi_ (Kelas Muda Demokrasi Digital)

           Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan makhluk hidup lain. Kemuliaan manusia terletak pada kemampuan-kemampuan dasar yang dimiliki, seperti akal budi (cipta), hati nurani (rasa), dan kehendak bebas (karsa). Dengan kesempurnaan manusia mampu menghasilkan karya-karya yang bermanfaat, walaupun kita menyadari bahwa manusia memiliki keterbatasan. Kondisi demikian mengharuskan manusia mengenali kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri dan menggali potensi yang dimiliki. Hal ini dilakukan sebagai cara meningkatkan kesadaran dalam diri masing-masing individu.

          Pendidikan itu proses pengembangan diri. Suatu proses yang dapat membina nilai-nilai kehidupan menjadi unsur tata kelakuan yang terpuji. Namun, potret pendidikan kembali tercemar di media sosial karena masyarakat maya mulai membuat viralitas content dengan revolusi cacat mental.

          Setelah beberapa hari yang lalu, akun twitter @Kemdikbud_RI mempertanyakan avatar/profile picture salah satu followersnya yang menggunakan foto aktor Korea Selatan, bernama Ji Chang-Wook. Kini giliran muncul video dari pelajar Sekolah Dasar (SD) yang salah mengucapkan jenis nama ikan hingga menimbulkan berbagai persepsi negatif di media sosial. Sungguh disayangkan, karena kejadian tersebut terjadi dalam event Rembuk Nasional; Pendidikan dan Kebudayaan (RPNK) yang sedang berlangsung dari tanggal 25-27 Januari 2017 yang juga diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

         Mungkin saja generasi bangsa sudah terlena dengan negative content yang memuat kata-kata bermakna kontroversi. Mungkin saja interaksi generasi bangsa terlalu banyak dihabiskan di dunia maya sehingga gagap interaksi sosial. Generasi bangsa pun terbentuk dan terbiasa melihat, mendengar, dan mencoba budaya-budaya barat yang mulai berkembang di Indonesia sehingga bisa dengan cepat dan mudah terkontaminasi dari media sosial.

         Miris melihat potret pendidikan di media sosial. Sudah seharusnya semua pihak prihatin melihat kejadian ini. Tweet atau video yang viral itu bukan lagi kejadian lucu maupun unik. Content-content tersebut bukan hanya keluguan yang harus ditertawakan. Jangan sampai kita mendapat ketenaran dengan dekadensi moral yang merusak bangsa. Content digital yang negatif dan sudah menjadi trending topic wajib menjadi bahan perenungan semua pihak.

         Tak perlu menyalahkan salah satu pihak. Sewajarnya kita semua memiliki peran. Sebarkan lagi virus viral untuk menjaga etika, tata bahasa, dan norma-norma yang berlaku dalam budaya lokal. Edukasi terhadap masalah-masalah di media sosial harus kita kendalikan dengan penyebaran content yang memobilisasi ke arah perubahan sosial positif.

        Saya juga menghimbau kepada para pengguna media sosial agar dapat memanfaatkan akun socmed yang dimiliki untuk menyebarkan informasi-informasi yang memberi inspirasi. Masih banyak generasi bangsa yang memiliki beragam prestasi dan layak dijadikan viral agar mereka bisa tetap bersaing di kancah global. Kontrol diri untuk menyebarkan virus kebodohan yang mempermalukan bangsanya sendiri di tengah keragaman.

        Melalui media sosial, mari kita perkenalkan kembali nilai-nilai moral yang layak menjadi viral. Kita kembangkan generasi bermartabat yang mempunyai tekad untuk membangun negeri dengan tindakan membanggakan. Generasi yang menggunakan waktu luang dengan mencari ilmu dan memperdalam ajaran agama. Generasi yang menentang sikap Israf` (berlebih-lebihan), contohnya dalam penerapan budaya konsumerisme berlebihan dikehidupan sehari-hari. Generasi yang memiliki rasa sosial yang tinggi sehingga peka oleh penderitaan disekelilingnya. Berarti, selalu siap untuk menolong orang lain yang kesusahan. Generasi yang dapat menguasai teknologi dengan positif sebagai mata rantai untuk generasi berikutnya. Generasi yang demikian akan menjadi pondasi berdirinya generasi kekinian yang lebih cerdas dari sekarang sehingga diharapkan dapat membawa kemajuan bagi bangsa dan negara ke depan.

Masih pantaskah kita tertawa melihat potret pendidikan terkini?





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline