Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi di Indonesia yang memiliki peran penting dalam menentukan pemimpin dan wakil rakyat di berbagai tingkatan pemerintahan sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945. Tahun 2024 merupakan pelaksanaan Pemilu, dan dalam konteks ini, keterlibatan kepala desa memiliki peran yang signifikan dalam mengamankan proses demokrasi dan menjaga stabilitas pemerintahan di tingkat desa. Namun, peran ini juga datang dengan sejumlah kewajiban dan tantangan yang perlu diatasi.
Adapun kewajiban Kepala Desa dalam Pemilu 2024 yaitu; pertama, Mengedukasi Masyarakat, yaitu mendidik masyarakat mengenai pentingnya pemilu, hak-hak pemilih, serta memastikan mereka memahami proses pemilihan dan calon yang akan dipilih. Kedua, Pengorganisasian Logistik, Kepala desa harus terlibat dalam pengorganisasian dan pengelolaan logistik Pemilu, seperti tempat pemungutan suara, surat suara, dan peralatan lainnya, untuk memastikan pelaksanaan berjalan lancar. Ketiga, Penyedia Informasi, Kepala desa harus menyediakan informasi yang akurat dan transparan kepada masyarakat terkait calon-calon yang akan berpartisipasi dalam pemilu serta visi-misi mereka. . Keempat, Mengatasi Konflik, Kepala desa memiliki tanggung jawab dalam menjaga kedamaian dan mengatasi potensi konflik yang mungkin timbul dalam proses pemilu, terutama jika terdapat perbedaan pandangan atau polarisasi di masyarakat.
Peran sentral kepala Desa dalam menjalankan tugas pemerintahan di tingkat desa. Akan menjadi magnet Bagi kandidat peserta Pemilu untuk meraih pundi-pundi Suara, dalam beberapa kasus, jabatan kepala desa juga bisa menjadi sumber permasalahan terkait politik uang. Politik uang merupakan praktik yang merujuk pada penggunaan uang atau imbalan lainnya untuk mempengaruhi hasil suatu pemilihan atau keputusan politik.
Politik uang dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam masyarakat desa. Calon pemimpin yang memiliki akses lebih besar terhadap sumber daya finansial memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan pemilihan. Akibatnya, individu-individu yang mungkin lebih kompeten dan memiliki visi yang lebih baik bisa kehilangan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Sehingga tidak heran jika terjadi siklus Korupsi yang sulit dihentikan. Ketika politik uang diterima sebagai hal yang biasa, masyarakat bisa merasa terhadap dampak negatifnya. Hal ini dapat membuka jalan bagi praktik korupsi lainnya di masa depan. Untuk mengatasi tantangan politik uang, beberapa langkah dapat dilakukan.
Pertama, Pendidikan dan Kesadaran Masyaraka tentang pentingnya pemilihan yang adil dan bebas dari pengaruh politik uang dapat membantu mengurangi praktik ini. Kedua, Penguatan Pengawasan terhadap kampanye pemilu dapat membantu mencegah politik uang. Ini bisa melibatkan partisipasi aktif LSM, media, serta warga desa dalam memantau dan melaporkan kecurangan. Ketiga, Pelatihan dan pengembangan terhadap etika dan integritas bagi calon peserta pemilu dapat membentuk budaya yang mengutamakan pelayanan masyarakat daripada kepentingan pribadi. Keempat, Implementasi sanksi yang tegas terhadap pelaku politik uang dapat memberikan efek jera dan mencegah praktik ini berlanjut.
Dengan upaya bersama dari masyarakat, pemerintah, dan berbagai pihak terkait, praktik politik uang di tingkat desa dapat diatasi, dan calon yang terpilih dapat menjadi pemimpin yang berintegritas dan berkomitmen untuk kemajuan masyarakatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H