Konstitusi Indonesia secara jelas menganut sistem Negara kesejahteraan (welfare state). Hal ini dapat dilihat pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang berbunyi, "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."
Negara kesejahteraan (welfare state) menurut Naqvi (2003) pertama kali digaungkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1941 untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan negara dan kebebasan individu. Negara welfare state merupakan ide tentang negara sebagai pelayan warga negara sehingga tercapai kesejahteraan.
Menurut Pass dan Lowes negara kesejahteraan ini dapat dimaknai sebagai suatu negara yang memberikan perhatian lebih pada kesejahteraan rakyatnya yaitu dengan suatu kebijakan jaminan sosial (pendidikan, kesehatan, sosial), tunjangan sakit dan pengangguran dan seterusnya. Menurut Husodo (2006) Negara kesejahteraan adalah negara dianggap bertanggung jawab menjamin standar kesejahteraan hidup minimum bagi setiap warga negaranya Negara.
Ide welfare state di Eropa Barat merupakan antithesa dari ide liberal, diamana pada saat itu liberalisme dianggap gagal dalam memberikan kesejahteraan pada rakyat. Welfare state tidak dapat dilepaskan dari perjuangan kaum buruh. Perjuangan buruh untuk mendapatkan hak-hak dasar yang selama ini hanya dinikmati oleh sekelompok borjuas yang memiliki alat produksi. Dalam tulisannya Edi Suharto menjelaskan bahwa pertama-tama negara kesejahteraan dipraktekkan di Eropa dan Amerika Serikat pada abad XIX yang ditujukan untuk mengubah kapitalisme-leberalisme menjadi emansipatori dan lebih manusiawi.
Kemudian Esping-Andersen berpendapat bahwa negara kesejahteraan bukanlah suatu konsep kaku. Menurut Triwibowo dan Bahagijo (2006) terdapat empat pilar utama negara kesejahteraan yaitu: 1) social citizenship; 2) full democracy; 3) modern industrian relation systems; serta 4) rights to education and the expansion of modern mass education systems. Dengan syarat-syarat ekonomi, sosial dan politik tersebut di atas, tidak semua negara dengan penduduk yang berpendapatan tinggi tidak dapat dianggap sebagai negara kesejahteraan.
Adapun manifestasi dari negara kesejhteraan adalah bagaimana negara hadir dam setiap dimensi ehidupan baik yang bersifat publik mapun privat. Bagimana negara menjamin kebutuhan dasar warga negara,. Seperti pemberian bantuan tunai, kebijakan subsidi terhadap bahan dasar yang berdampak luas dan lain sebagainnya, termasuk kaum marginal seperti gelandangan. Dalam RUU KUHP Gelandangan diatur dalam pasal 429. Di dalamnya menyebutkan, "Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I (atau sekitar Rp1,5 juta)". Norma tersebut bertentangan dengan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa negara wajib memenuhi kebutuhan dasar warga negaranya tanpa tekecuali, terlebih kepada meraka yang kurang beruntung secaara ekonomi. Sebab konsep Negara Indonesia adalah negara kesejahteraan di samping itu kalau kita membaca dari perspektif kontruksi baangunan banagsa dan negara, bangsa Indonesia yang mendirikan negara, sehingga negara wajib memberikan perlindungan terhdap warga negara sebagaimana termaktub dalam pasal 33 ayat 3 dan pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H