INSPIRASI dalam penciptaan karya seni yang ditangkap oleh seorang kreatorbisa bersumber dari lingkungan sekitarnya. Kreator yang tinggal di pantai, laut cenderung menjadi inspirasi kreativitas seninya.
Kreator yang tinggal di kaki gunung, maka gunung dan lingkungannya akan menjadi inspirasi di dalam melahirkan karya-karya seninya. Sementara, kreator yang tinggal di tengah kota besar akan mendapatkan inspirasi dari kehidupan keras dari para penghuninya. Dari sini dipahami kalau kreator, lingkungan, dan karya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Ketiganya saling kait-mengait.
Sebagaimana kreator seni lainnya yang menjadikan lingkungannya sebagai sumber inspirasi, Yos Tri Atmadja (selanjutnya ditulis nama populernya "Yos Tri") yang sewaktu kecil tinggal di lingkungan candi (Magelang) pula menjadikan arca-arca yang terdapat di candi sebagai inspirasi dalam penciptaan karya-karya patungnya. Bahkan berangkat dari pengalamannya di masa kecil itu, ia menjadikan seni patung sebagai media ekspresi kreatifnya.
Pada bangunan candi tersirat sejarahnya. Berkat pemahaman ini, Yos Tri belajar sejarah candi yang kemudian dijadikan konsep dalam penciptaan karya-karya patungnya.Karenanya candi, arca, dan sejarah candi merupakan telu-telune atunggal yang melatarbelakanginya dalam menentukan pilihan hidupnya sebagai seniman patung.
Selain candi, arca, dan sejarah; pengaruh dari pematung dan pelukis Trubus merupakan latar belakang Yos Tri di dalam menekuni seni patung. Dari pertemuan yang intensif dengan Trubus hingga menyaksikan saat mematung dan melukis, ia semakin bersemangat ingin menjadi pematung dan sekaligus pelukis. Namun di kemudian, ia lebih dikenal publik sebagai pematung ketimbang sebagai pelukis.
Semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas 3, Yos Tri sering bertandang ke rumah kawan sekelasnya yang kakaknya sebagai pematung. Kakak dari kawan sekelasnya itu bernama Gardono. Saat menyaksikan Gardono yang tinggal di Jalan Kaliurang (Yogyakarta) itu tengah menggarap patung pesanan dari Jakarta, ia menjadi tahu tentang proses pengecoran dan teknik pencetakan perunggu.
Dari pertemuannya dengan Gardono itu yang kemudian memotivasinya untuk studi di Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) Yogyakarta sesudah tamat SMA. Tahun pertama kuliah, ia memilih jurusan dekorasi. Tahun kedua, Yos Tri baru memasuki jurusan patung.
Ketika kuliah di STSRI, cakrawala wawasan Yos Tri tentang seni patung semakin terbentang luas. Wawasan itu didapat dari buku-buku yang dibacanya di perpustakaan. Melalui buku-buku itu, ia mengetahui karya-karya patung ciptaan Henri Moore, Leonardo Da Vinci, dan Michael Angelo yang sangat inspiratif. Melalui Edi Sunarso, Hari Joharudin, dan Budiani; ia mendapatkan pengetahauan tentang dasar-dasar seni patung.
Terutama melalui Budiani, Yos Tri bukan hanya mendapatkan pengetahuan tentang dasar-dasar seni patungdan arahan untuk memasuki seni patung modern. Dari Budiani, ia pula mendapatkan pengetahuan bahwa patung bisa dipandang dari sisi filosofi, artistik, karakter, ekspresi, komposisi, dan bahan yang digunakan semisal perunggu, batu, atau marmer.
Bahan-bahan itu akan memberikan karakter-karakter tertentu dalam karya patung. Karenanya dalam berkarya, pematung harus membayangkan karya apa yang akan dicipta dan bahan apa yang akan digunakan. Dari sinilah, ia mendapatkan pengetahuan tentang dasar-dasar seni patung yang dapat dijadikan fondamen dalam memulai karirnya sebagai seniman patung.
Awal mula Yos Tri yang mulai memiliki kesadaran untuk membebaskan media dan aliran di dalam berkarya patung tersebut cenderung menerapkan unsur surealis figuratif. Namun ketika memasuki tahun 2009, ia cenderung memanfaatkan arca-arca yang terdapat di candi guna mengungkapkan gagasan kreatifnya melalui karya patung. Karya-karya patungnya yang inspirasinya bersumber dari arca-arca di candi, di antaranya: Inkarnasi (2007) dan Ibu Pertiwi (2009).