Lihat ke Halaman Asli

Sri Wintala Achmad

TERVERIFIKASI

Biografi Sri Wintala Achmad

Mendedah Makna 9 Falsafah Kepemimpinan Jawa Jokowi

Diperbarui: 15 Juli 2019   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://palembang.tribunnews.com 

SEBAGAI Wong Jawa, Jokowi tidak dapat dilepaskan dengan tradisi dan budaya Jawa. Cerminan Jokowi sebagai Wong Jawa tersirat pada sikapnya yang tidak mudah mabuk pujian dan tinggi hati. 

Suatu sikap yang menyebabkannya tidak eling klawan waspada dan berpoternsi menjerumuskannya ke dasar jurang kesengsaraan. Suatu sikap yang musti dihindari sejauh mungkin, karena falsafah Jawa mengingatkan, "Aksara Jawa dipangku mati!" Makna substansinya, Wong Jawa bila mudah tersanjung dengan pujian berlebihan akan terlena hingga lupa mengembangkan potensi diri.

Sebagai Wong Jawa yang lekat dengan tradisi dan budayanya, maka tak pelak lagi kalau Jokowi senantiasa menerapkan sembilan falsafah kepemimpinan Jawa selama mengemban tugas dan tanggung jawabnya sebagai Presiden RI. 

Kesembilan falsafah kepemimpinan Jawa yang  diterapkan  Jokowi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab kepemimpinannya, sebagai berikut:

Urip iku urup

Falsafah urip iku urup memiliki pengertian hidup itu nyala. Artinya, kepemimpinan Jokowi serupa lampu yang memberi cahaya harus memberikan manfaat bagi rakyat. Selain, kehadirannya musti memberi inspirasi bagi banyak pemimpin untuk mengenal seluruh rakyatnya melalui blusukan.

Memayu hayuning bawana, ambrasta dur angkara

Falsafah hamemayu hayuning bawana, ambrasta dur angkara memiliki pengertian menyelamatkan alam serta memberantas keangkaramurkaan. 

Berdasarkan falsafah ini, Jokowi memiliki spirit untuk mengemban tugas dan kewajibaannya sebagai pemimpin yang memerangi korupsi. Mengingat korupsi merupakan virus ganas yang berpotensi menghancurkan bangsa dan negara.

Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti

Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti yang memiliki makna bahwa segala sifat keras hati, picik, atau angkara murka hanya dapat dilumpuhkan dengan sikap bijak, lembut hati, dan sabar tersebut merupakan falsafah Jokowi dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya sebagai presiden. 

Melalui sikap bijak, kelembutan hati dan kesabaran, seluruh pihak yang berseberangan akan menjadi kawan di dalam mewujudkan tujuan bersama yakni kesejahteraan bangsa dan negara.

Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorke, sekti tanpa aji, sugih tanpa bandha

Falsafah ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorke, sekti tanpa aji, sugih tanpa bandha yang memiliki arti bahwa berjuang tanpa harus membawa pasukan, menang tanpa harus menaklukkan, sakti tanpa ajian, kaya tanpa harta-benda menunjukkan bahwa keberhasilan kepemimpinan Jokowi tidak berdasarkan pada pendukungnya, nama besar, atau harta benda; namun kecintaannya pada rakyat kecil. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline