Medang merupakan kerajaan yang diridikan oleh Ratu Sanjaya pada abad ke-8. Kerajaan Medang yang mengalami dua periode yakni periode Jawa Tengah dan periode Jawa Timur ini memiliki hubungan sangat erat dengan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Bali.
Berhubungan dengan Sriwijaya, karena paska pemerintahan Sanjaya, Medang dikuasai oleh Rakai Panangkaran Dyah Pancapana (760-775 M) yang diperkirakan keturunan Depunta Hyang (pendiri Sriwijaya yang berpindah pusat pemerintahannya dari Sumatera ke Jawa).
Semasa pemerintahan Rakai Panungggalan Dyah Dharanendra (775-800 M), Medang yang bisa disebut sebagai ibukota Sriwijaya tersebut mengalami kejayaan dengan ditandai perluasan wilayah jajahan. Namun sejak pemerintahan Rakai Warak Dyah Samaragrawira (800-812), Medang mengalami kemunduran.
Di masa pemerintahan Samaratungga (812-833 M) hingga Pramodhawardhani (833-856 M), Medang cenderung mengutamakan perkembangan agama Buddha. Hal ini ditandai dengan dibangun dan diresmikannya Candi Borobudur. Di masa pemerintahan Samaratungga, wilayah Medang atau Sriwijaya dibagi menjadi dua bagian. Wilayah Sumatera dikuasai Balaputradewa, dan wilayah Jawa dikuasai Pramodhawardani.
Semasa pemerintahan Pramodhawardhani, Medang tidak hanya dikuasai oleh Dinasti Sailendra, namun pula Dinasti Sanjaya. Mengingat Rakai Pikatan Mpu Manuku yang merupakan keturunan Sanjaya tersebut turut menguasai Medang sesudah menikai Pramodhawardhani.
Sejak pemerintahan Rakai Pikatan Mpu Manuku hingga Rakai Layang Dyah Tulodong (919-921 M), Medang diwarnai dengan pemberontakan dan perang saudara. Hingga saat pemerintahan Rakai Sumba Dyah Wawa (924-928 M), istana Medang hancur karena banjir lahar dingin sesuah Gunung Merapi meletus dengan hebatnya pada tahun 928 M.
Karena istana Medang mengalamai kehancuran, Mpu Sindok yang semula menjabat sebagai Rakryan Mapatih Hino menobatkan diri sebagai raja. Oleh Mpu Sindok, ibukota Medang yang berada di wilayah Jawa Tengah ini dipindahkan di Tamlang (Jawa Timur) pada tahun 929 M. Sejak itu, Medang periode Jawa Tengah telah berakhir.
Di masa pemerintahan Mpu Sindok (929-947 M), Medang mulai bangkit dan mengalami perkembangan. Berlanjut pada pemerintahan Makutawangsawardhana, Medang menjalin persahabatan dengan Bali yang ditandai dengan perkawinan politis antara Mahendratta dengan Udayana. Kelak perkawinan tersebut melahirkan putra bernama Airlangga. Hubungan antara Medang dan Bali berlanjut sampai pemerintahan Dhamawangsa Teguh (985-1016 M). Menjelang runtuhnya Medang, Airlangga dinikahkan dengan putri Dharmawangsa Teguh.
Sebelum pernikahan Airlangga, Dharmawangsa Teguh menyerang Sriwijaya. Namun Sriwijaya berbalas menyerang Medang dengan cara mendukung Haji Wurawari.
Raja bawahan Medang yang kecewa karena lamarannya pada putri Dharmawangsa Teguh ditolaknya. Akibat serangan Haji Wurawari yang mendapat dukungan pasukan Sriwijaya, Medang mengalami kehancuran. Banyak orang Medang yang tengah menyelenggarakan pesta perkawinan Airlangga dengan putri Dharmawangsa Teguh itu tewas. Bahkan Dharmawangsa Teguh sendiri turut gugur dalam peristiwa Mahapralaya itu.