Lihat ke Halaman Asli

Sri Wintala Achmad

TERVERIFIKASI

Biografi Sri Wintala Achmad

Membaca Matinya Hak Pejalan Kaki dan Hukum Rimba Jalan Raya

Diperbarui: 24 Januari 2019   01:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

LEDAKAN jumlah motor akibat kemudahan  kredit dengan uang muka ringan kian membuat padatnya lalu lintas di jalan raya. Tidak heran, jika sewaktu jam berangkat dan pulang kerja, jalan raya sering mengalami kemacetan. Terlebih bertepatan dengan libur panjang, jalan raya di kota-kota besar akan tampak sibuk sejak pagi hingga malam hari.

Pada dasarnya, kota-kota besar yang memiliki insfrastruktur jalan raya yang dilengkapi trotoar luas dan jembatan penyeberangan tidak bermasalah bagi pejalan kaki. Mengingat pejalan kaki dapat berjalan dan menyeberangi jalan dengan nyaman tanpa mengkhawatirkan keselamatannya.

Sebaliknya kota-kota padat lalu-lintas dengan jalan raya yang tidak memiliki trotoar dan jembatan penyeberangan akan menjadi problem serius bagi pejalan kaki. 

Mengingat banyak pengendara (khususnya, pengendara motor) yang terkesan mengejar waktu sering tidak mengindahkan hak pejalan kaki. Sungguhpun mengetahui pejalan kaki akan menyeberang jalan melalui sebra cross, pengendara seolah tidak memberikan kesempatan.

Bila direnungkan lebih jauh bahwa persoalan dinafikannya hak pejalan kaki bukan semata jalan raya tidak memiliki trotoar atau jembatan penyeberangan, melainkan mentalitas pengendara. Di mana pengendara cenderung mengutamakan kepentingan pribadi ketimbang kepentingan pejalan kaki yang ingin menggunakan jalan raya. 

Persepsi ini kian menunjukkan bahwa pemilik SIM (Surat Izin Mengemudi) belum tentu memiliki etika berkendaraan.

Fakta bahwa masih banyaknya pengendara yang belum mengetahui etika ketika menggunakan jalan raya merupakan keprihatinan tersendiri. 

Karenanya harapan untuk perbaikan bertumpu pada pihak kepolisian lalu-lintas. Di mana pengendara bukan sekadar diwajibkan memiliki SIM, namun harus bermentalitas dan bertenggang rasa tinggi pada pejalan kaki.

Di samping itu, pihak kepolisian lalu lintas harus menindak tegas bagi setiap pengendara yang melanggar peraturan, terutama berkendara dalam kondisi mabuk atau main ponsel. 

Selain berbahaya bagi pengguna jalan lain dan khususnya pejalan kaki, pengendara yang mabuk atau sambil berkomunikasi lewat ponsel akan membahayakan diri sendiri.

Pengendara yang menggunakan trotoar untuk berkendara, atau menerjang sebracross ketika akan (tengah) digunakan pejalan kaki untuk menyeberang jalan harus mendapat sanksi tegas dari pihak kepolisian lalu lintas. Dus, selain melanggar peraturan lalu lintas, pengendara tersebut dapat mengancam keselamatan pejalan kaki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline