PADA tanggal 23 Mei 20198, kompas.com memberitakan bahwa masyarakat mulai menukarkan uang di bank. Tentunya, uang yang mereka tukarkan yakni uang ratusan atau limapuluh ribuan dengan uang pecahan lima atau dua ribuan keluaran baru. Penukaran uang tersebut dimaksudkan agar mereka dapat bagi-bagi uang pada anak-anak.
Trend bagi-bagi uang pecahan keluaran baru baik yang diberikan para pemudik maupun orang tua kepada anak-anak saat lebaran bisa dibilang belum lama. Trend tersebut belum diikuti banyak orang. Terbukti orang-orang dari beberapa daerah tidak melakukannya.
Seputar Bagi-Bagi Uang
TREND baru -- terutama, trend bagi-bagi uang keluaran baru pada anak-anak -- niscaya menimbulkan pro-kontra. Bagi mereka yang pro menyatakan bahwa trend ersebut sekadar wujud tali kasih orang tua (kakek-nenek, pakde-bude, atau paman-tante) kepada anak-anak. Sehingga dengan tali kasih tersebut, hubungan antara mereka dengan anak-anak akan semakin erat terjalin.
Lain mereka yang pro, lain mereka yang kontra. Bagi mereka yang kontra berpendapat bahwa trend bagi-bagi uang keluaran baru pada anak-anak dapat berdampak buruk. Di mana, anak-anak yang terdidik menerima uang tanpa bekerja keras berpeluang menjadi pengemis.
Namun pendapat mereka yang kontra kurang memiliki dasar yang kuat. Mengingat ketika mengacu teori Masaru Ibuka (pengarang buku Kindergarten is too Late) yang menyebutkan bahwa karakter anak sudah terbentuk sejak usia lima tahun, trend tersebut tidak berdampak buruk pada semua anak. Anak-anak berkarakter mandiri tidak terpengaruh untuk menjadi manusia parasit (pengemis).
Menanggapi pro-kontra pendapat di muka penulis berargumen bahwa trend bagi-bagi uang keluaran baru pada anak-anak tidak masalah. Asal orang tua memberi pemahaman pada anak-anak bahwa fungsi uang sebagai alat tukar tidak bertumpu pada kebaruan fisiknya, melainkan nilainya. Karenanya untuk mengikuti trend tersebut, orang tua tidak harus menukar uang di bank atau di tengah perjalan saat mudik.
Tidak Harus Bagi-Bagi Uang
SECARA faktual masyarakat cenderung terpengaruh dengan trend baru. Mengikuti trend semisal bagi-bagi uang pada anak-anak di musim lebaran tanpa memahami hakikatnya. Di mana, tali kasih orang tua pada anak-anak tidak harus dimaknai dengan memberi uang keluaran baru.
Bila trend bagi-bagi uang terus dipertahankan, anak-anak dikhawatirkan akan memiliki pemahaman salah terhadap fungsi uang. Mereka pun akan memahami bahwa tali kasih orang tua hanya diukur dari bentuk uang atau uang (materi) itu sendiri. Karenanya untuk mengikuti arus trend tersebut, orang tua perlu bersikap bijak. Berpikir sebelum bertindak.
-Sri Wintala Achmad-