Lihat ke Halaman Asli

Sri Wintala Achmad

TERVERIFIKASI

Biografi Sri Wintala Achmad

Keistimewaan Malam Ramadhan dalam Persepsi Penyair

Diperbarui: 11 Juni 2018   00:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://makassar.tribunnews.com/2018/06/05/malam-lailatul-qadar-2018-terjadi-pada-malam-ini-berikut-3-tandanya-warga-berlarian-ke-masjid

BAGI seluruh umat Islam, Ramadhan dianggap sebagai bulan suci penuh berkah. Karena pada bulan itu, mereka beribadah puasa yang ditujukan sebagai laku pencucian dosa agar kembali pada kesucian (fitri). Serupa bayi yang baru saja dilahirkan ibunya di muka bumi.

Karena dianggap waku paling tepat untuk mencuci dosa, kehadiran Ramadhan sangat istimewa. Keistimewaannya tidak hanya siang hari, namun pula malam hari. Waktu yang seharusnya digunakan untuk beristirahat, namun dimanfaatkan untuk beribadah, semisal: tarawih, salat malam, tadarus al-Qur'an, berdzikir, atau berdoa pada Allah.

Malam Ramadhan dalam Kontemplasi Puitik

Malam Ramadhan bukan hanya dimaknai oleh sebagian penyair sebagai waktu untuk berserah diri pada Allah, melainkan pula sebagai waktu untuk melakukan kontemplasi puitik. Sehingga malam Ramadhan disimbolkan sebagai lautan inspirasi untuk menjala ide dalam menggubah puisi yang merefleksikan hubungan transendental (insan dan Khaliq-nya).

Sebagaimana para penyair, saya pun sangat tertarik untuk menangkap hakikat keistimewaan malam Ramadhan ke dalam kontemplasi puitik. Sehingga lahirlah puisi MALAM RAMADHAN yang melukiskan perihal hubungan transendental yang dapat dicapai melalui ibadah selama bulan suci Ramadhan. Ibadah yang dapat dimaknai sebagai jembatan yang memersuakan insan dengan Tuhan-nya.

Puisi Malam Ramadhan  yang merupakan revisi dari tiga puisi: Sepuluh Hari Malam Ramadhan Pertama, Malam Ramadhan /1/, dan Malam Ramadhan /2/ yang mencerminkan kontemplasi selama bulan suci Ramadhan tersebut dikutip, sebagai berikut:

dok. pribadi

Pada gatra /1/ puisi Malam Ramadhan, tersirat makna bahwa zikir yang dilafalkan umat Islam pada malam Ramadhan niscaya menjadi penopang jiwa saat berpuasa. Sehingga dahaga dan lapar bukan sebagai siksaan, melainkan rahmat Allah yang memberikan kesentosaan jiwa atas segala cobaan. Hingga puasa yang dituntaskan membawa berkah di kemudian.

Pada gatra /2/ puisi Malam Ramadhan, makna yang terimpresikan bawha doa yang dilafalkan umat Islam pada malam Ramadhan niscaya menjadi kunci surga. Hingga ketika mendapat surga Allah, umat Islam tidak akan menjadi penghuni neraka. Suatu tempat yang sering diidentikkan oleh sebagian kaum dengan alam dunia. Alam yang penuh siksaan, duka-cita, dan ketidaktentraman.

Pada gatra /3/ puisi Malam Ramadhan, makna yang tercerap bahwa beribadah pada bulan suci Ramadhan diibaratkan dengan mendaki puncak Thursina (anugerah Allah tertinggi). Suatu anugerah berupa ampunan Allah atas dosa umat Islam selama seribu bulan. Hingga umat Islam yang mendapat Lailatul Qadar niscaya telah menyempurnakan ibadahnya. Karenanya, Ia tidak ingin berbuat dosa lagi di dunia.

Berpeluang Mendapat Lailatul Qadar

KESELURUHAN paparan di muka sekadar menandaskan bahwa malam Ramadhan merupakan malam istimewa. Pendapat ini bukan hanya diungkapkan oleh umat Islam, namun pula dirasakan oleh  sebagian penyair (termasuk saya) yang sering dijuluki sebagai "Sahabat Malam".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline