Lihat ke Halaman Asli

Sri Wintala Achmad

TERVERIFIKASI

Biografi Sri Wintala Achmad

Akhir Riwayat Pohon Jambu

Diperbarui: 15 Maret 2018   13:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sepasang ular hijau bercinta di pohon jambu di halaman rumah. Menurut Kyai Mahmud, mereka adalah keturunan bangsa iblis yang diusir Tuhan dari surga. Jauh sebelum kiamat, mereka menurunkan ribuan ular yang akan menjelma sebagai nabi-nabi palsu. Memasuki rumah demi rumah dengan mengenakan jubah sutera. Mengajarkan orang-orang tentang kenikmatan dunia yang harus diperebutkan dengan mengkhalalkan segala cara.

Tak hanya Kyai Mahmud, tetangga kiri-kanan memintaku untuk mengusir sepasang ular itu. Bahkan Maimunah, tetanggaku yang rajin pengajian setiap malam Jumat itu selalu memintaku, "Tebanglah pohon jambu itu! Pohon jambu yang telah digunakan sepasang ular untuk tempat bercinta akan berbuah khuldi. Buah yang akan menjerumuskan setiap manusia ke lembah dosa."

Sesudah dipikir-pikir, aku mulai percaya dengan perkataan Maimunah. Karenanya, aku bergegas mengambil parang. Selagi akan menebang pohon jambu, istriku melarangnya. Ia tak merelakan pohon warisan mendiang kakeknya itu, aku tebang. Katanya, "Pohon itu telah memberikan rezeki dari Tuhan."

Mendengar penuturan istriku, aku dihadapkan pada pilihan rumit antara menebang dan membiarkan pohon jambu itu tetap tumbuh. Tapi sebagai suami yang numpang di rumah istri, aku terpaksa mengurungkan niat untuk menebangnya. Sungguhpun aku akan turut menanggung dosa. Sebagaimana Adam yang diusir Tuhan dari taman surga ke muka bumi.

***

Berkat doa Kyai Mahmud, sepasang ular itu tak lagi datang di pohon jambu untuk bercinta. Meskipun begitu, Maimunah tetap memintaku untuk menebang pohon itu. Alasannya masih sama, "Pohon itu akan berbuah khuldi. Barang siapa menyantapnya akan terjerumus ke lembah dosa."

Pikiranku kembali kacau, ketika semakin mempercayai perkataan Maimunah tentang pohon jambu itu. Pikiranku semakin berantakan, ketika istriku yang tengah hamil muda itu bilang, "Kalau pohon jambu itu berbuah, petikkan sebuah untukku!"

Malam itu, aku tak bisa tidur. Pikiranku serupa burung malam yang berkeliaran tanpa juntrung. Tak tahu apa yang harus aku putuskan. Menebang pohon itu tanpa sepengetahuan istriku atau membiarkannya hingga berbuah. Demi istriku yang tengah mengandung. Demi jabang bayi yang dikandungnya.

Mataku baru dapat terpejam sebelum adzan awal berkumandang dari surau. Dalam tidur, aku bermimpi didatangi seorang lelaki tua. Rambutnya yang memutih diikat udheng wulung. Mengenakan surjan lurik dan sarung kotak-kotak. Berdiri tanpa terompah. Menatapku tajam serupa elang. "Jangan kau tebang pohon jambu yang aku tanam! Barang siapa yang menebang pohon itu akan mendapatkan kutukanku?"

Sontak aku terbangun. Turun dari ranjang. Menuju ruang makan. Menuang air putih dari kendi ke dalam cangkir. Mereguknya untuk meredam pikiranku yang kacau. Sesudah sedikit tenang, aku mulai menduga sesungguhnya siapakah lelaki tua yang datang ke dalam mimpiku. Apakah ia adalah jin yang selalu datang dengan menjelma sebagai arwah orang meninggal? Apakah ia benar-benar arwah kakek istriku yang menanam pohon jambu itu? Jawaban baru aku dapatkan sesudah melihat foto mendiang kakek istriku yang terpajang di ruang keluarga.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline