SERI Bharatayuda tuntas dibabar Ki Dalang selama tujuh malam di Gedung Serbaguna Kalurahan Ngudi Budaya. Namun saat fajar hari seusai menggelar lakon Rubuhan, Ki Dalang tidak beranjak dari depan kelir. Ki Dalang merasakan kematian keangkara-murkaan Korawa yang memberi harapan kedamaian jagad raya itu hanya malapetaka baginya. Kekosongan kelir yang teramat mengerikan.
Menyaksikan perilaku Ki Dalang yang nyeleneh itu, Ki Bancak mendekatinya perlahan-lahan. "Maaf, Ki! Seluruh wiyaga, wiraswara, dan waranggana telah pulang. Mengapa sampeyan masih duduk di sini? Ki Dalang harus pulang untuk istirahat yang cukup. Lakon Pandawa Boyong dan Jumenengan Parikesit sudah menunggu giliran.
"Pulanglah dulu, Cak! Aku masih ingin di sini."
"Tampaknya Ki Dalang tengah memikirkan sesuatu yang sangat penting. Apa yang tengah sampeyan pikirkan?"
"Tugasmu hanya melayaniku. Kumpulkan seluruh wayang yang telah gugur di Padang Kurusetra itu di halaman Gedung Serbaguna!"
Tanpa sepatah kata, Ki Bancak melaksanakan perintah Ki Dalang. Memasukkan wayang-wayang ke dalam kotak. Membawanya ke halaman Gedung Serbaguna, "Tugas telah aku laksanakan, Ki."
"Ambilkan aku bensin!"
"Untuk apa?"
"Tugasmu hanya melayaniku."
"Baik, Ki." Ki Bancak meninggalkan halaman Gedung Serbaguna. Beberapa saat kemudian, Ki Bancak telah kembali dengan membawa sedrigen bensin. "Tugas telah aku laksanakan, Ki."
"Letakkan sedrigen bensin itu di samping kotak!"