Suradira jayaningrat lebur dening pangastuti (sesakti apapun kejahatan akan hancur oleh suatu kebajikan). Seperti itu ajaran di dalam Kakawin Arjunawijaya yang mengingatkan kepada orang Jawa agar tidak suka menggunakan kesaktian sekadar untuk mengikuti laku angkara murkanya.
KAKAWIN Arjunawijaya merupakan salah satu karya sastra gubahan Mpu Tantular, pujangga yang hidup ketika semasa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389) dan Wikramawardhana (1389-1429) di Majapahit. Karya sastra yang mengisahkan tentang kejayaan perang Arjuna Kartawirya atau Arjuna Sasrabahu (raja Maespati) atas Dasamuka atau Rahwana (raja Alengka) itu juga mengandung ajaran luhur yang berkaitan dengan kebijakan manusia.
Kakawin Arjunawijaya yang digubah oleh Mpu Tantular itu mendapatkan perlindungan Ranamanggala (1379). Terdapat empat kisah yang diceritakan di dalam Kakawin Arjunawijaya, yakni: lahirnya putra-putri Begawan Wisrawa -- Dasamuka, Kumbakarna, Sarpakenaka, dan Wibisana; kejayaan perang Rahwana terhadap raja-raja bawahan Arjuna Kartawirya; gugurnya Patih Suwanda; dan kejayaan perang Arjuna Kartawirya terhadap Rahwana.
Sumber cerita Kakawin Arjunawijaya adalah Kitab Uttarakandha yang dikisahkan dengan menggunakan bahasa Jawa kuna. Di dalam kakawin tersebut, terdapat kisah yang berkaitan dengan Dzat Abadi yang disembah dengan aneka nama dan tata cara, khususnya bagi umat agama Siwa-Buddha.
Di dalam Kakawin Arjunawijaya dikisahkan bahwa Arjuna Kartawirya datang ke asrama agama Siwa-Buddha. Pendeta yang tinggal di sana memberikan peringatan kepada Arjuna Kartawirya supaya selalu memelihara candi-candi yang telah ada atau yang telah rusak, karena tidak mendapatkan perhatian, khususnya ketika Majapahit sedang dilanda perang melawan negara-negara manca.
Selain menarik bila dibaca, kisah di dalam Kakawin Arjunawijaya juga pantas bila diteliti dengan seksama. Karena kisah itu penuh ajaran kebijaksanaan yang bermanfaat buat manusia. Terutama ajaran kebijaksanaan yang berkaitan dengan masalah melaksanakan hubungan asmara, kesaktian, serta peperangan antar umat manusia yang telah menganut agama suci.
Suatu pendapat mengatakan hendaklah di dalam melakukan hubungan asmara jangan sekadar mengikuti hawa nafsu, karena anak keturunannya akan memiliki watak yang tidak baik. Pendapat tersebut selaras dengan ajaran di dalam Kakawin Arjunawijaya. Di dalam kakawin tersebut dikisahkan bahwa Begawan Wisrawa (ayah dari Prabu Danaraja dari Lokapala) melakukan hubungan asmara dengan Dewi Sukesi (calon menantunya) sesudah mendapatkan ajaran ilmu Sastra Jendra Pangruwating Diyu.
Karena melakukan hubungan asmara sekadar mengikuti hawa nafsu, maka Wisrawa dan Sukesi kelak melahirkan tiga putra dan seorang putri yang tidak akan mampu mengendalikan nafsunya. Rahwana selalu memanjakan nafsu amarah-nya, maka hidupnya sekadar mengikuti laku angkara-murka. Kumbakarna yang selalu memanjakan nafsu aluamah-nya, maka hidupnya sekadar untuk makan banyak dan serba lezat.
Sarpakenaka yang selalu memanjakan nafsu supiyah-nya, maka hidupnya sekadar mengikuti nafsu asmaranya. Sedangkan Gunawan Wibisana yang sekadar memanjakan nafsu mutmainah-nya, maka lebih cenderung membela kebenaran ketimbang memikirkan nasib bangsa dan negaranya yang hancur di tangan musuh.
Kakawin Arjunawijaya juga mengisahkan permusuhan antara Arjuna Kartawirya dengan Rahwana yang ingin menikahi Dewi Citrawati (permaisuri Arjuna Kartawirya). Di dalam perang itu, Rahwana yang sakti mandraguna itu berhasil memenggal kepala Patih Suwanda. Namun karena sifat angkara-murkanya, Rahwana tunduk di tangan Arjuna Kartawirya.
Suradira jayaningrat lebur dening pangastuti(sesakti apapun kejahatan akan hancur oleh suatu kebajikan). Seperti itu ajaran di dalam Kakawin Arjunawijaya yang mengingatkan kepada orang Jawa agar tidak suka menggunakan kesaktian sekadar untuk mengikuti laku angkara-murkanya. Karena kesaktian yang digunakan untuk perbuatan jahat akan dapat dihancurkan oleh kebajikan atau rasa cinta-kasih yang tulus dari hati.