Lihat ke Halaman Asli

Sri Wintala Achmad

TERVERIFIKASI

Biografi Sri Wintala Achmad

Puisi tentang Banyuwangi

Diperbarui: 2 Maret 2018   05:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

TAMAN SRITANJUNG DALAM KENANGAN

Pagi masih menyisakan embun pada rerumputan. Ketika kau hendak meninggalkan taman Sritanjung. Lantaran putus asa, seusai berulang kali gagal mempuisikan ma'rifat cinta dari kekasihmu yang tertoreh di ujung keris berluk sembilan. Hingga, kau menjadi setolol Sidapaksa. Betapa gagap! Saat kau memaknai energi darah yang mewangikan seluruh air telaga.

Seperti seekor kekupu yang terbang dengan gerakan sayap-sayap lunglai, kau tinggalkan taman Sritanjung. Seusai bunga-bunga yang dimekarkan oleh tangkai cinta hanya menjanjikan wanginya di penghujung mimpi. Tak pernah terasakan lagi, saat kau menghabiskan malam panjang di losmen pinggir jalan. Bersama kekasihmu. Kenangan lama yang telah gagal diabadikan ke dalam puisi.   

PELABUHAN KETAPANG PAGI HARI

Laut tidak sedang bertenaga pagi ini. Serupa lelaki bongkok yang semalam tak kuasa menggedeburkan gelombang berahinya ke batas pantai. Hingga isterinya yang masih pelabuhan terbuka bagi kapal terbesar hanya menghabiskan sisa malam dengan selimut kabut.

Matahari di timur masih semerah kemarin, tapi tak sanggup membakar bekuan karang. Kapal-kapal masih seperti dulu, tapi tak sanggup membelah lautan. "Hah!" Lelaki bongkok menghentakkan napas. Teringat sewaktu muda, melempar sauh di depan isterinya hanya dengan satu tangan.

Lesu angin, satu-satunya harapan yang tersisa dari lelaki bongkok. Barangkali di ambang senja nanti, kapal tua kembali dapat diderukan mesinnya. Buat mengarungi lautan bersama isterinya

MENYAKSIKAN TARI KUNTULAN

 Rebana menghentak-hentak. Tembang yang dilantunkan oleh seorang sinden semagis mantram pengundang roh dari negeri paling gaib. Roh yang menyerupai sekawanan kuntul berbulu kapas. Merasuk ke dalam setiap jiwa sehampa ruangan gua di kaki gunung Somawana. Sekelam kejahiliyahan Rahwana yang mengkhalalkan segala cara dengan atas nama cinta.

 Penari-penari bergerak seiraman tepak kendang yang berujung pada gaung gong. Membentuk lingkaran seperti sekawanan kuntul yang menggantang harap di langit terpuncak. Tentang berulangnya kejayaan Ayodia ketika zaman Semar. Di mana kawula dan gusti serupa sepengantin zin-yang. Sebelum dinodai Shinta yang menggadaikan cinta Rama ke Alengka.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline