Lihat ke Halaman Asli

Achmad Syamsudduha

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Ulasan Mengenai Konsep Baru Limology Dalam Studi Perbatasan

Diperbarui: 17 Desember 2024   03:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ulasan Artikel: Limology: Konsep Baru Studi Perbatasan

Artikel ini memperkenalkan Limology sebagai disiplin yang relatif baru dalam studi perbatasan, dengan memberikan narasi historis dan refleksi teoretis mengenai transformasi makna perbatasan di era globalisasi. Artikel ini dengan tepat menggarisbawahi bahwa Limology muncul sebagai respons terhadap kebutuhan memahami dinamika perbatasan yang semakin kompleks, terutama setelah Perang Dingin. Sebagai kajian interdisipliner, Limology mengintegrasikan berbagai perspektif dari geografi, geopolitik, antropologi, hingga hubungan internasional. Namun, pembahasan di dalam artikel ini jauh melampaui definisi akademis semata, dengan menawarkan tinjauan kritis terhadap implikasi sosial, ekonomi, dan politik perbatasan dalam tatanan global yang terus berkembang.

Menggali akar kata dari bahasa Latin, limes (batas) dan logos (ilmu), artikel ini menggambarkan Limology sebagai disiplin multidisiplin yang bertujuan memahami fenomena perbatasan dari berbagai dimensi sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Istilah ini, meski baru muncul pada akhir 1990-an, diartikulasikan dalam konteks transformasi global pasca-Perang Dingin. Dengan merujuk pada karya-karya seminal, seperti Kolossov & O'Loughlin (1998) hingga Nail (2016), artikel ini menyajikan narasi historis dan teoretis tentang bagaimana studi perbatasan berkembang dari sekadar mempelajari batas geografis menjadi kajian tentang interaksi lintas budaya, identitas nasional, dan dinamika geopolitik global.

Salah satu kekuatan utama artikel ini terletak pada kemampuannya untuk menghubungkan perkembangan Limology dengan perubahan besar dalam politik global dan dinamika migrasi internasional. Pendekatan multidisipliner yang digunakan---menggabungkan perspektif dari geografi, hubungan internasional, antropologi, dan sosiologi---menjadikan artikel ini relevan bagi banyak bidang studi. Penulis berhasil menunjukkan bahwa perbatasan bukan hanya batas fisik antara negara, melainkan konstruksi sosial dan politik yang secara dinamis dipengaruhi oleh globalisasi, mobilitas lintas batas, dan transformasi identitas. Artikel ini juga membahas bagaimana globalisasi telah mengubah fungsi perbatasan dari penghalang (barrier) menjadi tempat kontak (contact) dan filter bagi interaksi manusia. Dengan menggunakan konsep seperti "polymorphic borders" (Burridge dkk., 2017), artikel ini secara efektif menyoroti sifat perbatasan yang fleksibel dan terus berubah.

Artikel ini menyebutkan bahwa perbatasan tidak hanya memisahkan wilayah tetapi juga berfungsi sebagai alat untuk menciptakan identitas nasional dan budaya. Perspektif ini diperkuat dengan argumen Newman (2006), yang menekankan bagaimana perbatasan membentuk dikotomi antara "kami" dan "mereka", serta antara "di dalam" dan "di luar". Hal ini relevan dalam konteks modern, di mana dinamika globalisasi sering kali memperkuat sekaligus mengaburkan batas-batas identitas nasional. Artikel ini juga membahas bagaimana Limology dapat berfungsi sebagai pendekatan kritis untuk memahami bagaimana kekuasaan dan otoritas dinegosiasikan di wilayah perbatasan, termasuk isu ketegangan antara keamanan nasional dan hak asasi manusia.

Namun, kelemahan artikel ini terletak pada kurangnya dukungan empiris untuk memperkuat argumen teoretisnya. Sebagai contoh, meskipun artikel ini menyebutkan transformasi peran perbatasan akibat globalisasi, ia tidak menyertakan studi kasus atau data konkret untuk menunjukkan bagaimana transformasi ini terjadi di wilayah tertentu. Selain itu, artikel ini terlalu fokus pada narasi konseptual, sehingga kurang memberikan implikasi praktis bagi pembuat kebijakan atau aktor yang bekerja di lapangan. Meskipun menyebutkan dampak ekonomi dan sosial perbatasan, diskusi ini tidak dilengkapi dengan bukti empiris yang memadai, sehingga argumen yang dibuat cenderung bersifat abstrak.

Meskipun artikel ini berkontribusi signifikan dalam membingkai Limology sebagai pendekatan baru dalam studi perbatasan, beberapa kelemahan mencolok terlihat. Salah satunya adalah ketergantungan yang terlalu besar pada diskusi teoretis tanpa memberikan bukti empiris yang kuat. Dalam membahas fenomena seperti migrasi lintas batas atau transformasi identitas, artikel ini hanya menawarkan contoh abstrak tanpa menyajikan data konkret atau studi kasus tertentu. Hal ini membatasi daya guna artikel bagi pembaca yang mencari pemahaman yang lebih praktis atau berbasis bukti selain itu, cakupan literatur yang disebutkan dalam artikel cukup luas, tetapi kurang eksplorasi mendalam terhadap beberapa tema penting, seperti bagaimana perbatasan digunakan untuk tujuan ekonomi atau geopolitik tertentu. Perbatasan sering kali menjadi locus perebutan sumber daya atau zona konflik, tetapi artikel ini tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap dimensi tersebut.

Secara keseluruhan, artikel ini memberikan kontribusi penting dalam memperkenalkan Limology sebagai paradigma baru dalam studi perbatasan. Pemaparan tentang perbatasan sebagai konstruksi multidimensional merupakan langkah maju dalam memahami kompleksitas interaksi manusia di wilayah perbatasan. Namun, artikel ini juga memunculkan tantangan teoretis, terutama dalam mengintegrasikan pendekatan multidisipliner dengan data empiris yang relevan. Kekurangan ini membatasi potensi artikel untuk memberikan wawasan yang lebih praktis bagi isu-isu kontemporer seperti pengelolaan migrasi, keamanan perbatasan, dan pembangunan kawasan lintas batas.

Sebagai penilaian menyeluruh, artikel ini merupakan fondasi yang signifikan untuk mengembangkan kajian Limology. Dengan fokus yang lebih besar pada penelitian empiris dan eksplorasi aplikasinya dalam kebijakan perbatasan, konsep Limology dapat menjadi alat analitis yang sangat berguna dalam memahami tantangan globalisasi dan dinamika perbatasan modern. Artikel ini menempatkan studi perbatasan pada pusat diskusi akademik tentang globalisasi, migrasi, dan identitas, menjadikannya referensi penting untuk penelitian lanjutan dalam bidang hubungan internasional dan ilmu sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline