Lihat ke Halaman Asli

achmad nur syahiid agil

Universitas Airlangga

Sutan Sjahrir: Bung Kecil Yang Cerdik Dalam Kiprah Pergerakan Indonesia

Diperbarui: 16 Desember 2024   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

mengenal sutan sjahrir (freepik)

A. Latar Belakang Kehidupan 

Soetan Sjahrir (Sutan Syahrir), salah satu tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dari masa penjajahan dan pendudukan kolonial. Lahir pada hari Jumat 5 Maret 1909, beberapa bulan setelah kongres pertama Budi Oetomo di Yogyakarta. Lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat. Ayah bernama Mohammad Rasad dengan gelar Maharaja Soetan bin Leman dan gelar Soetan Palindih dari Koto Gadang—Salah satu dari 11 Nagari (setingkat Kelurahan atau Desa di Sumatera Barat) yang ada di Kecamatan IV Koto dan sekaligus Nagari yang sama dengan lahirnya tokoh-tokoh besar lain seperti K.H. Agus Salim, Jenderal Rais Abin, dan Rohana Kudus—, Agam, Sumatera Barat dan Puti Siti Rabiah yang berasal dari Negeri Natal, Mandailing Natal, Sumatera Utara. Ayah yang merupakan penasehat Sultan Deli dan kepala Jaksa di landraad Medan. 

Sutan memiliki Saudara yang juga merupakan orang-orang yang memiliki pengaruh dan namanya dikenal, seperti saudara seayahnya, Rohana Kudus yang merupakan wartawati pertama yang menulis di surat kabar perempuan Poetri Hindia. Saudara sekandungnya Soetan Sjahsam yang merupakan makelar saham pribumi terkemuka dan Soetan Noeralamsjah yang aktif sebagai Jaksa di Partai Indonesia Raya. 

Syahrir mengenyam pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School) melanjutkan di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) dan Bersekolah menengah di AMS (Algemene Middelbare School). Hal ini membuat Syahrir telah berkenalan dengan bahasa Belanda sejak kecil dan menyentuh banyak literatur berbahasa Belanda termasuk ratusan novel berbahasa Belanda yang menjadi asal pemantik kecintaannya kedalam sastra dan seni. Semasa bersekolah di AMS ia bergabung dengan Batovis atau Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia di Bandung, sebagai sutradara, Penulis skenario, dan juga aktor. Menurut Hanif Setiawan (2020) Penghasilannya dengan kawan-kawannya dalam Batovis digunakan untuk membuat Tjahja Volksuniversiteit (Cahaya Universitas Rakyat). Selama menempuh jenjang sekolah menengah, Syahrir tidak banyak menyibukkan dirinya dengan buku-buku pelajaran dan pekerjaan rumah, tetapi ia lebih aktif dalam klub debat dan aktif dalam Tjahja Volksuniversiteit untuk mengajarkan pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga tak mampu. Aksi sosialnya perlahan mengajak Syahrir masuk kedalam dunia politik. Bersama sepuluh orang lainnya, Syahrir menggagas Himpunan Pemuda Nasionalis atau yang pada itu dikenal dengan nama Jong Indonesie pada 20 Februari 1927. Pernah menjabat sebagai pimpinan redaksi dari majalah Himpunan Pemuda Nasionalis. 

Setelah menyelesaikan studinya di AMS pada tahun 1929, Syahrir melanjutkan pendidikan di Universitas Amsterdam, Belanda. Disanalah ia mulai mendalami bidang sosialisme secara sungguh-sungguh. Bertemu dan akrab dengan ketua klub Mahasiswa Sosial Demokrat, Salomon Tas dan istrinya Maria Duchateau yang kelak akan menjadi istri Syahrir walaupun tidak begitu lama. Selain terfokus dalam sosialisme, Syahrir juga aktif dalam Perhimpunan Mahasiswa (PI) yang dijalankan dan diketuai oleh Mohammad Hatta sebagai sekretaris pada tahun 1930 ketika telah ada pergantian ketua dari Hatta menuju penerusnya yaitu Abdullah Sukur. 

B. Pemikiran Nasionalisme 

Apakah seorang Bung Kecil suatu sebutan yang dimiliki oleh Sutan Sjahrir memiliki suatu pemikiran tersendiri terhadap Nasionalisme? Sutan Sjahrir seperti yang sudah dikatakan bahwa beliau merupakan salah satu pemuda di Hindia Belanda yang dapat bersekolah pada masa itu, yang dimana para bumiputera tidak semuanya dapat merasakan bangku sekolah. Terlahir dalam keluarga yang cukup berada membuat Bung Kecil tersebut memanfaatkan keadaan yang beliau miliki. Sutan Sjahrir mengemban pendidikan di Belanda untuk mengasah ilmu ilmu yang telah beliau pelajari sebelumnya, bertemannya beliau dengan partner Soekarno yakni Bung Hatta membuat Sutan Sjahrir memiliki pemikiran-pemikiran mengenai kehidupan bangsa dan lain sebagainya. Hal tersebut membuat Sutan Sjahrir mengembangkan pemikiran tentang Nasionalisme beliau. 

Nasionalisme sendiri merupakan suatu paham tentang mendorong warga negara untuk mencintai dan bangga serta mendukung bangsa mereka. Dalam hal ini maka kepentingan berbangsa dan negara lebih diprioritaskan daripada kepentingan individu atau kelompok, yang dimana memang hal tersebut sangat dibutuhkan untuk membangun suatu negara. Hal ini yang ingin dikembangkan Sutan Sjahrir dalam pemikiran Nasionalisme beliau. Menurut 'Tempo Edisi Khusus' Sjahrir Kongres pemuda II diadakan di Jakarta pada tahun 1928, pada pertemuan tersebut Sutan Sjahrir menarik perhatian pemuda-pemuda lain dikarenakan beliau sendiri masih berumur 19 tahun pada saat itu, memang jika dibandingkan pemuda lain disana Bung kecil masih belum berkontribusi apa-apa untuk bangsa akan tetapi beliau mewakili Jong Indonesie diakui sangat cerdas dan ikut memperjuangkan berdirinya negara Indonesia.

Universitas Leiden di Belanda disaat seusai kongres pemuda II merupakan tujuan Sutan Sjahrir untuk melanjutkan pendidikannya. Ketika beliau berada di negeri tersebut beliau mempelajari tentang sosialis serta menjadi bagian dari Perhimpunan Indonesia sebagai anggota, yang dimana komunitas tersebut dipimpin oleh Mohammad Hatta. Tahun 1945 ketika adanya maklumat X pada 3 November yang mengatur pembentukan partai membuat Bung kecil mendirikan Partai Rakyat Sosialis. Dalam hal ini Sjahrir menekankan pemikiran bahwa sosialis harus menempuh sosialis kerakyatan yang demokratis dan politik luar negeri yang bebas aktif. 

Demokrasi sendiri merupakan ideologi negara bangsa Indonesia, yang dimana disebutkan dalam buku “Baca Mengenang Sjahrir Seorang Negarawan dan Tokoh Pejuang Kemerdekaan yang Tersisih dan Terlupakan” bahwa Sutan Sjahrir tersebut merupakan jelmaan ide terhadap demokrasi itu sendiri. Demokrasi yang dimaksud ialah demokrasi yang menghormati dan menghargai kepribadian atau pemikiran sesama manusia sebagaimana sebaliknya. Hal ini juga berhubungan dengan apa yang sudah ditulis oleh Sutan Sjahrir dalam Perdjoangan Kita, yang dimana pada saat penerbitannya sangat menarik perhatian dan menggemparkan pada akhir Oktober tahun 1945. Sutan Sjahrir merupakan orang yang cinta demokrasi semua dituangkan terhadap karya nya tersebut, yang dimana karya tersebut bukan untuk membenci orang-orang yang bekerja sama dengan orang-orang Jepang, dan bukan juga untuk membuat agar Bung Kecil bisa menggeser posisi Bung Karno dalam kursi kepresidenan dan menguatkan jalan berpolitiknya. Namun, karya tersebut memang ditulis hanya untuk menggerakkan dan mendorong revolusi ke arah demokrasi dan melindunginya terhadap pihak sekutu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline