Lihat ke Halaman Asli

Azan yang Memekakkan Telinga?

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senja di tiga hari yang lalu, saya bertandang ke rumah sahabat saya di Jakarta Selatan. Dia seorang sound Engineer. Sebuah profesi yang mengadopsi teknologi dalam mengolah segala bentuk bunyi agar layak dengar ditelinga manusia, baik secara etika maupun secara estetika. Dia seorang profesional. Bisa dilihat, dengan skill itu, dia bisa menafkahi keluarganya secara mandiri dengan rezeki halal dan berkecukupan.

Agenda kedatangan saya ke rumahnya waktu itu, disamping silaturahmi, ada job kecil seputar sound yang ingin saya tawarkan pada sahabat karib saya ini.

Beberapa menit kami berdiskusi soal perkembangan ilmu pengetahuan seputar sound, suara Azan Magrib berkumandang dari Mushala di gang sebelah yang letaknya hanya beberapa puluh meter. Spontan diskusi kami hentikan menyambut magrib.

Mungkin karena terpengaruh dengan tema obrolan kami soal sience di bidang sound, menyimak azan dari mushola sebelah, rasanya saya sedang mendengarkan sebuah Ironi. Jujur saya terganggu dengan kualitas sound mushola-nya. Saya yakin benar dibanyak tempat hal seperti ini juga sering dirasakan oleh banyak orang. Tapi karena ini "suara azan", tidak terlalu banyak yang berani membedah, atau paling tidak bertanya-tanya apa sebenarnya yang salah dari bunyi azan ini. Padahal, satu orang pakar sound tinggal tak jauh dari situ. Tidakkah mereka merasa aneh, mengapa saat Head Phone kita stell tepat di pangkal telinga kita koq masih bisa terasa nyaman? Sedangkan Azan ini berbeda.

Dalam analisa saya paling tidak ini lah beberapa penyebabnya :

Pertama, Azan yang waktu itu terdengar keras namun pecah sampai di telinga (over). Saya yakin settingan Volume/GainLevel-nya yang over, hingga bunyi yang dihasilkan : terdengar seperti memakai effect distorsi yang biasa digunakan anak-anak band untuk Gitar, namun dalam kasus ini tentu saja effect itu lahir tanpa disengaja dan tidak pada porsinya.

Sama halnya dengan memaksakan sebuah sound ruangan, yang sengaja digeber Volume-nya agar bisa sekeras kapasitas sound diluar ruangan. Hasilnya? Pecah dan Over. Kemudian saat itu suara dari pengeras suara mushala itu juga terdengar "RUNCING" di telinga dan memberi kesan (maaf) memekak. Dalam hati Saya yakin benar, settingan High di ampli sound mushala ini juga pasti over.

Kedua, dalam batas normal biasanya disetiap alat penghubung dari microphone ke pengeras suara (mixer atau ampli) selalu ada lampu indikator. Dalam batas normal, lampu akan menunjukkan warna hijau. Sehingga hasil suara yang dikeluarkan, meskipun disalurkan ke pengeras suara, tatap akan terdengar pas. Ketika lampu indikator berwarna merah, artinya suara yang dihasilkan telah melebihi dari batas normal. Penyebab over ini bisa saja dari settingan volume/gain/level dan tune Low-Mid-High yang over, atau jarak yang tidak normal (terlalu dekat) dari sumber suara ke microphone. Misalnya si Mu'azin (Pembaca AZAN) memposisikan mulutnya terlalu dekat apa lagi menempelkan bibirnya pada Microphone. Padahal dalam batas normal microphone sudah bisa maksimal menangkap suara orang dalam jarak 1 jengkal dari sumber suara (20-25cm).

Ketiga, sebagai orang yang mengerti nada, kadang-kadang saya merasa aneh. Mengapa orang yang memiliki artikulasi tidak jelas, buta nada, fals,bisa diberi akses untuk menjadi Mu'azin. Padahal dizaman nabi Bilal yang dipilih jelas memiliki suara yang merdu. Jika sekarang kondisi buruk ini dibiarkan, azan yang tadinya memiliki nilai ibadah, akan bergeser menjadi ajang menganiaya telinga manusia sama seperti memukulkan Kaleng Kosong di pangkal telinga selama 5 menit, dan itu terjadi 5 kali sehari. Jika diperkampungan, suara over yang keluar akibat memasang pengeras suara tanpa pengetahuan yang cukup, mungkin masih bisa.  Jarak pengeras suara dan alam yang luas bisa merekduksi suara menjadi 'jinak'. Tapi untuk perkotaan, rumah-rumah padat, Mushola bahkan Masjid biasanya berada dekat di sekitar kita, jika kualitas suara dan sound buruk, itu akan strike langsung ke telinga kita.

Tulisan ini tidak ingin terjebak jadi omelan yang tidak berdasar. Dalam Islam, semua harusnya mengetahui ada beberapa klasifikasi orang yang bisa dipilih sebagai Mu'azin. Bilal adalah symbol utamanya. Paling tidak, ada pendekatan-pendakatan yang bisa ditempuh menjadi solusi menangani ketiga persoalan itu.

Di dalam negeri fiksi, Seorang pengurus mushola sempat mendengar suara anak muda yang bernyanyi dengan gitar di simpang komplek. Si pengurus mesjid tau benar lagu "Jangan Menyerah karya D'massiev" bisa dinyanyikan dengan baik oleh si anak muda. Esok harinya, dia mampir sebentar kerumah Coyy, si anak penyanyi simpang yang kebetulan sedang nongkrong di teras bersama teman-teman satu group bandnya. Sambil berdiri di teras saja si bapak bicara pada si Coyy.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline