Lihat ke Halaman Asli

Grammy Awards dan Musik Metal: Anomali Aneh

Diperbarui: 23 Februari 2016   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Vokalis Ghost, Papa Emeritus III, bersama para Nameless Ghouls saat menerima penghargaan "Best Metal Performance" di Grammy Awards 2016 beberapa hari yang lalu. (metalinsider.net)"][/caption]Kemarin, saya mengikuti dengan cermat linimasa beberapa media sosial yang saya miliki dengan tujuan untuk mengetahui siapa saja penerima penghargaan insan musik paling bergengsi sedunia itu. Di saat teman-teman yang lain melakukan hal yang sama dengan saya karena idolanya juga masuk nominasi, saya melakukannya dengan alasan ingin mengetahui bagaimana para juri Grammy memperlakukan musik yang saya gemari : metal.

Grammy sendiri memberi satu tempat kepada salah satu musik dengan basis penggemar kuat ini pada nominasi “Best Metal Performance”. Sebuah nominasi untuk para musisi atau band metal berdasarkan penampilan mereka di panggung dan single ataupun album yang mereka rilis. Namun, tampaknya sudah menjadi rahasia umum di kalangan pecinta musik metal bahwa keberadaan nominasi ini hanyalah sebuah “pemenuhan kewajiban moral” untuk menghimpun segala jenis musik beserta genre keturunannya.

Menjadi rahasia umum juga kalau seringkali keanehan hadir di nominasi khusus metal ini, dan menjadi “gunjingan” di kalangan metalhead. Bagi metalhead generasi akhir 1980-an, penghargaan Grammy tahun 1989 merupakan sebuah aib yang tak akan pernah dilupakan. Nominasi “Best Hard Rock/Metal Performance Vocal or Instrumental” (yang merupakan cikal bakal “Best Metal Performance”) yang baru ditambahkan tahun itu oleh National Academy of Recordings Arts and Sciences. Nominasi tersebut diisi oleh AC/DC (album Blow Up Your Video), Iggy Pop (lagu “Cold Metal”), Jane’s Addiction (album Nothing’s Shocking), Jethro Tull (album Crest of a Knave), dan Metallica (album …And Justice for All). Album …And Justice For All menjadi jagoan para kritikus maupun media massa nominasi diumumkan.

Namun, kenyataan justru berbanding terbalik, Jethro Tull memenangkan penghargaan ini. Sebuah kejutan mengingat vokalis Jethro Tull, Ian Anderson, pun mengatakan bahwa musik yang mereka bawakan sama sekali bukan bagian dari genre heavy metal. Bahkan Jetho Tull dan produsernya pun beranggapan mereka sama sekali tidak punya peluang untuk menang, sehingga memilih untuk tidak menghadiri acara penghargaan. Hal ini memicu kontroversi, karena band yang sama sekali tidak punya ciri musik heavy metal menjadi pemenang nominasi.

Setahun kemudian, tahun 1990, diperkenalkan dua nominasi baru yaitu “Best Hard Rock Performance” dan “Best Metal Performance”. Sejak diperkenalkan pula, Metallica berturut-turut memenangkan Grammy dari tahun 1990 hingga 1992. Saat menerima penghargaan Grammy tahun 1992, drummer Metallica Lars Ulrich berseloroh mengucapkan terima kasih kepada Jethro Tull karena tidak merilis album pada tahun itu. Diwawancarai pada 1999, Lars Ulrich mengatakan bahwa dirinya sempat kecewa atas peristiwa tahun 1989 dan menganggapnya sebagai sebuah penghinaan.

Dua pionir sekaligus legenda musik heavy metal, Judas Priest dan Iron Maiden juga sempat menjadi “korban” dari nyeleneh-nya NARAS dalam nominasi “Best Metal Performance”. Album Painkiller milik Judas Priest yang masuk dalam nominasi tahun 1991 tidak keluar menjadi pemenang. Padahal album Judas Priest “paling” metal ini merupakan pencapaian mereka yang paling besar setelah mengalami kemunduran dalam eksplorasi musik pada dua album sebelumnya yaitu Turbo (1986) dan Ram It Down (1988).

Judas Priest baru mendapatkan trofi gramofon emas pada Grammy 2010 untuk lagu “Dissident Aggressor” di album A Touch Of Evil: Live (2009). Iron Maiden yang baru memenangi Grammy pada 2011 untuk lagu “El Dorado” (album The Final Frontier tahun 2010) setelah menjadi nominasi pada 1994 dan 2001. Dua band yang dianggap pionir musik heavy metal ini justru memenangi Grammy pada masa dimana musik yang mereka bawakan baru mendapat penghargaan dari NARAS dan diakui eksistensinya. Sebuah keanehan mengingat musik yang mereka bawa sudah ada sejak era 1970-an.

Selain Judas Priest dan Iron Maiden, masih ada Megadeth, Mastodon, dan Lamb Of God yang sering masuk nominasi namun tak pernah keluar menjadi pemenang penghargaan. Hal seperti inilah yang membuat banyak metalhead cenderung membenci penghargaan Grammy karena para voters di NARAS yang dianggap tidak berkompeten. Ada pula yang beranggapan bahwa para juri adalah orang-orang yang meletakkan penilaian pada sentimen pasar mainstream, sehingga menjauhkan peluang para musisi metal yang selama ini bergerak di ranahnya sendiri.

Seringkali ada selentingan sindiran mengenai apakah para juri Grammy tahu apa itu musik metal. Di sebuah forum internet bahkan ada bahan bercandaan kalau para juri Grammy bahkan tak bisa membedakan mana musik rock dan heavy metal. Jujur, saya bahkan merasa kalau candaan tersebut memang benar. Terbukti dari Grammy tahun 2015 dimana Tenacious D, band yang beraliran comedy rock, berhasil keluar sebagai pemenang nominasi “Best Metal Performance” mengalahkan nama-nama tenar seperti Motorhead, Anthrax, Slipknot, dan Mastodon.

Jika kita berbicara musik, maka tentu saja suara yang paling didengar harusnya adalah penggemar. Merekalah yang rela menyisihkan uang untuk membeli segala bentuk rilisan mereka, rela menabung untuk melihat musisi mereka tampil secara langsung, dan bahkan membeli segala pernak-pernik yang berhubungan dengan band favorit mereka. Dan musik metal adalah musik tak terlihat yang memiliki basis penggemar yang kuat. Sudah harusnya Grammy memberi legitimasi pada metalhead untuk menjadi juri khusus untuk nominasi “Best Metal Performance”, mengingat pengalaman-pengalaman aneh yang terus saja bermunculan.

Ketika mengetahui bahwa Ghost, band doom metal asal Swedia, berhasil keluar sebagai pemenang. Saya anggap itu sebagai sebuah perbaikan sebab kerja keras mereka dalam eksplorasi musik (terbukti dalam album Meliora yang rilis tahun lalu) berhasil membuat NARAS sadar akan kekuatan musik metal itu sendiri. Ada perasaan senang melihat Papa Emeritus III, vokalis Ghost, menenteng gramofon emas didampingi empat Nameless Ghoul yang misterius. Menyiratkan bahwa musik ini akan selalu ada, selalu bergema, dan selalu “menghantui” pasar musik dunia dengan lagu-lagu keras yang mereka bawakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline