Saya pernah berpikir ketika dulu belum belajar sedikit dari Bahasa Arab. Lebih tepatnya, ketika sebelum saya menimba ilmu di pondok pesantren, saya punya semacam streotip pada Bahasa Arab dimana itu akan digunakan sebagai alat untuk memahami teks-teks klasik pada kitab-kitab atau karya-karya para ulama zaman dahulu. Stereotip yang saya maksud adalah, "memangnya, sangat pentingkah Bahasa Arab dalam proses belajar seseorang untuk mendalami ilmu-ilmu agama?". Maklum, karena waktu itu saya memang belum pernah 'bersentuhan' sama sekali dengan Bahasa Arab ini, lebih tepatnya tentang ilmu gramatikanya.
Dua tahun belajar di pondok, sedikit demi sedikit saya mulai merasakan manfaat dan memahami sedikit dari tujuan-tujuan belajar Bahasa Arab dalam mendalami ilmu-ilmu agama dengan baik. Terutama setelah lebih mengenal Nahwu Shorof atau ilmu gramatika dalam Bahasa Arab, seehingga lama kelamaan stereotip yang saya pendam dalam diri saya perlahan-lahan mulai menghilang dan berganti. Semakin lama saya merasakan bukan hanya penting atau tidaknya belajar Bahasa Arab dalam mendalami ilmu-ilmu agama, tapi juga bahwa Bahasa Arab adalah bagian dari ilmu agama itu sendiri. Tanpanya, seseorang akan kesulitan untuk mendalami ilmu-ilmu agama yang dalam konteks ini adalah agar bisa membaca teks-teks dalam kitab-kitab klasik para ulama terdahulu yang memang kebanyakan memakai Bahasa Arab tanpa harakat (tanda baca). Tanpa mendalami ilmu gramatika Bahasa Arab, seseorang bahkan tidak akan bisa membaca teks-teks dalam kitab-kitab klasik para ulama tanpa harakat.
Kemudian, bersamaan dengan itu, saya merasa mulai menyadari ada yang hilang dari generasi muda Islam di banyak tempat di dunia pada masa sekarang dan mungkin juga bisa dikatakan Indonesia termasuk dalam kategori ini. Pemahaman Bahasa Arab dalam generasi muda Islam zaman sekarang sangatlah minim. Bukan berarti saya sudah sangat berilmu dalam hal ini, tapi memang kalu kita mau lebih jeli dalam melihat perkembangan pemahaman akan Bahasa Arab dalam generasi muda Islam masa kini, kita akan melihat sebuah fakta yang cukup miris. Namun, sebagaimana suatu akibat tak akan bisa muncul atau ada tanpa suatu sebab, begitu pula dengan 'fenomena' yang satu ini. Itulah yang menjadi pertanyaan saya beberapa tahun terakhir.
Sejauh ini, saya mencoba mencari tahu sebab-sebabnya, sampai titik dimana saya mulai merasa menukan penyebab yang kemungkinan besar adalah benar. Kenapa saya mengatakan "kemungkinan besar"? Karena ini masih bersifat asumsi pribadi. Saya hanya menyelidiki atau mengadakan penelitian "kecil-kecilan" atau mandiri tanpa benar-benar serius di dalamnya. Tapi, palin tidak tidak, itu sudah bisa membuat rasa penasaran saya menjadi jauh lebih berkurang sekaligus mendapatkan sedikit dari jawabannnya.
Jadi, palin tidak ada 2 faktor yang menjadikan pemahaman Bahasa Arab pada generasi muda Islam masa kini semakin berkurang. Mari kita bahas satu persatu :
1. WESTERNISASI
Menurut Koentjaraningraat, Westernisasi adalah upaya untuk meniru gaya hidup Barat secara berlebihan dengan meniru semua aspek kehidupan, baik dalam hal fashion, perilaku, budaya dan lainnya (Koentjaraningrat, 1981). Entah seseorang mau mengakui ataukah tidak, namun Westernisasi di banyak negara-negara Dunia Timur, terutama negara-negara yang notabene penduduknya mayoritas beragam Islam adalah sebuah realitas yang ssedang terkjadi saat ini, apalagi di lingkup kota-kota besar di Indonesia. Mungkinn memang tak semasif kota-kota di banyak negara-negara di Dunia Timur lain, tapi efek dari Westernisasi ini tetap terasa dan terus berkembang.
Dunia Barat dengan segala aspek budaya yang dibawa dan mempengaruhi berbagai belahan dunia saat ini pastilah membawa dan mempunyai beberapa ciri khas tersendiri. Salah satunya adalah pemakaian bahasa dalam budayanya. Dan bahasa yang paling banyak digunakan di dunia saat ini adalah Bahasa Inggris. Memang, sebagian besar penyebaran pemakian Bahasa Inggris pada para penuturnya di zaman sekarang tak lepas dari faktor historis. Lebih tepatnya ketika kolonialisme negara-negara Barat masih merebak di banyak negara-negara Asia dan Afrika. Namun, sebenaranya faktor terbesar yang menjadikan bagaimana penyebaran budaya berupa pemakaian bahasa secara internasional di dunia juga tak lepas dari dukungan perkembangan teknologi yang notabene banyak menggunakan Bahasa Inggris sebagai media komunikasi di dalam perkembangannya.
Hal inilah yang menjadikan bergesernya rasa "minat" yang lebih condong disebabkan karena rasa "kebutuhan" dalam dunia yang memasuki era globalisasi dimana Bahasa Inggris mulai mendominasi banyak media dalam perkembangan teknologi masa kini. Sehingga, manusia di seluruh dunia mullai berbondong-bondong belajar Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional dan perlahan-lahan "peminatan" terhadap pembelajaran Bahasa Arab di banyak negara-negara mayoritas Muslim juga ikut menurun.
Bukan berarti Bahasa Inggris itu tidak boleh atau buruk untuk dipelajari. Saya tegaaskan bahwa perkembangan zaman dan teknologi adalah suatu hal yang berada ddi luar kendali kita. Belajar Bahasa Inggris jika didasari alasan agar bisa mengikuti perkembangan zaman tentu tidak ada salahnya. Tapi, yang ingin saya tekankan dalam tulisan kali ini adalah keseimbangan antara pemakaian alat komunikasi berupa bahasa dalam negara-negara mayoritas muslim juga harus ditingkatkan agar demi mengimbangi perkembangan pemekaian Bahasa Inggris di zaman sekarang. Tujuannya agar generasi muda Islam di banyak negara-negara Muslim di dunia tidak kehilangan salah satu "identitas" keagamaannya. Karena, semakin seseorang mendalami dan pahama betapa pentingnya Bahasa Arab dalam keilmuan Islam yang masih berhubungan dengan kewajibannya menuntut ilmu agama sebagai seorang Muslim, maka dia akan makin merasakan dan memahami statement atau pernyatan bahwa "Bahasa Arab adalah salah satu bagian dari Agama Islam itu sendiri" adalah benar.
2. PENGALIHAN FOKUS OLEH DUNIA BARAT