Lihat ke Halaman Asli

Toleransi Berbudaya di Era Cyber

Diperbarui: 3 Juli 2023   06:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesama ketika hidup di dunia. Segala aspek kehidupan mulai dari agama, sosial, politik dan budaya akan membutuhkan interaksi satu sama lain. Tanpa adanya interaksi aspek tersebut tidak akan hidup dan bergerak. Ambillah contoh interaksi dalam aspek budaya, semisal adat istiadat. Setiap daerah memiliki adat istiadat yang berbeda-beda, dan masing-masing ada karena kepercayaan nenek moyang. Adat istiadat tersebut bisa diturunkan hingga sekarang itu karena ada interaksi dari para tokoh di daerah setempat. Ini membuktikan bahwa aspek budaya tak lepas dari interaksi para manusia didalamnya.

Setiap manusia saling terlibat dalam suatu interaksi. Baik itu yang sedarah daging, sesama jenis, sedaerah, atau bahkan dengan semua manusia. Dalam suatu interaksi, setiap manusia terkadang memiliki perbedaan pemikiran dengan manusia lain. Dalam contoh interaksi budaya, setiap manusia memiliki perbedaan persepsi tentang suatu adat istiadat. Inilah yang kemudian melahirkan sikap toleransi.

Dunia saat ini masuk ke era cyber atau digital yang mana hampir setiap interaksi manusia berpindah ke dunia digital. Hampir semua manusia menggunakan media digital ini. Setiap peemilik media ini memiliki kuasa atas apa yang ia lakukan. Hadirnya media baru ini berdampak pada aspek kehidupan. Banyak tatanan yang berubah setelah adanya ruang baru berbentuk digital ini. Dampak tersebut juga menyerang pada aspek budaya. Interaksi antar budaya semakin luas dan pengetahuan akan budaya baru juga semakin mudah didapat. Ini menghadirkan fenomena baru dalam lingkup budaya. Adanya ruang baru digital ini diharapkan bertujuan untuk menyediakan ruang public bagi masyarakat untuk memudahkan pengenalan akan budaya, serta untuk membuat tatanan yang lebih modern dari budaya yang ada.

Akan tetapi dalam kenyataannya saat ini ruang digital ini justeu melahirkan dampak yang kurang baik. Kurangnya filterisasi ketika menyampaikan pendapat banyak terjadi dalam interaksi di media cyber. Hal ini menimbulkan media cyber yang dihadirkan dengan tujuan mempermudah interaksi justru memperkeruh interaksi. Akibat daripadanya adalah timbulnya permusuhan. Selain itu kesalahan komunikasi juga dapat mendatangkan dampak negative.

Media cyber yang diciptakan seharusnya dapat menyatukan semua manusia dalam perbedaan perlu ditanamkan sikap toeransi. Solusi yang diterapkan untuk membangun sikap toleransi pada demokrasi di era digital adalah:

  • Menguatkan rasa empati dalam membentuk keragaman budaya. Memahami kesamaan dan perbedaan agama lain diperlukan agar tidak terjadi kesalahan pemikiran.
  • Membandingkan pendapat-pendapat yang berasal dari nilai pribadi seseorang. Untuk membicarakan sesuatu yang bisa menimbulkan perbedaan terkait dengan perasaan, lebih baik kalau adanya kesepakatan tentang pelaksanaan diskusi.
  • Menumbuhkan kebiasaan untuk memprotes terhadap hal yang tidak adil dan tidak jujur dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan-kegitan dan aktivitas yang tidak toleran tidak mungkin mencapai tempat dalam masyarakat yang demokratik.
  • Menggunakan media sosial untuk menyebarkan konten-konten yang positif, termasuk sikap bertoleransi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline