Lihat ke Halaman Asli

....Mamah, Aku Mau Curhat

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“mamah, aku mo curhat nih..”. “kok setiap tanggal 20-an aku selalu galau ya?”. “itu artinya kamu belum gajian”. Petikan curhat yang kuambil dari salah satu acara sahur di stasiun TV swasta. Meskipun saat ini kitasedang melaksanakan puasa ramadhan (bagi yg menjalaninya), dalam tulisan ini saya tidak akan menuliskan soal puasa. Tetapi saya akan mencoba curhat melalui tulisan ini (siapa tahu ada yg tergerak hatinya, lalu bisa membantu saya. Karena daripada dipendam dalam hati mendingan diungkapkan ke khalayak ramai. Hehe).

Saya akan mencurahkan kegalauan yang saya rasakan setiap akhir bulan. Tentu saja karena saat itu, stok gaji sudah di posisi injury time alias hampir habis. Gimana tidak, gaji saya sebagai seorang staf IT administrasi selama 2 tahun bekerja di sebuah perusahaan swasta hanya sebesar Rp. 1.100.000. (dibawah UMR-UMP kota sebesar Rp. 1.250.000,) sadis, bukan?? Hahaha (saya jadi terbiasa menertawakan diri saya-pen). Ditambah kerja selama 6 hari selama 8 jam, belum lagi pekerjaan “serabutan” di dalamnya (desain grafis, menyiapkan data keuangan untuk pajak, dll), sampai-sampai emakpun sering sedih jika melihat hal itu.

“Dengan keterampilan yang kamu punya, kupikir gajimu di atas 2 jutaan?!” kata salah satu kawanku. Ya iyalah gaji segitu hanya cukup untuk bayar kos2an! Haha!. Menurut anda, pantas tidak saya dihargai seperti itu? Ow. Gitu ya? Terima kasih atas penilaiannya. “kok kamu tidak cari kerja yang lain saja?”. “iya sih. Itulah saat ini saya juga sedang “minta tolong” dimana-mana. Sambil usaha kecil-kecilan, Mudah-mudahan rejekinya ada yang tersangkut. Hehehe”.

Terlihat jelas apa yang menjadi hak sebagai pekerja sangat diabaikan. Kita semua sudah paham jika setiap hari buruh, banyak teman-teman dari kaum pekerja melakukan aksi menuntut keadilan bagi mereka. Hal itu malah ditangkis dengan janji-janji manis dari pemerintah. Yang katanya akan inilah, itulah, dll (dan lupa lagi). Namun pada kenyataannya tidak ada realisasi yang terjadi.

Saya pernah membaca curhatan seorang rekan sesama pekerja di kolom surat dari pembaca di salah satu koran yang cukup terkenal di kota Makassar (daerah tempat saya berada). Ceritanya begini, beliau salah seorang pegawai yang bekerja di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang katering sejak tahun 80-an. Yang membuat miris (percaya atau tidak), selama itu hingga kini, gaji beliau tetap bertahan di angka 1 juta rupiah!! Jika anda terlambat atau bahkan tidak kaget, mungkin agak lambat loading-nya. Hehehe. Lanjut lagi, disuratnya itu beliau mempertanyakan peran serta instansi terkait dalam menyikapi hal tersebut. Karena sudah jelas pemerintah wajib melakukan pengawasan dalam menegakkan aturan yang sudah ada dalam Undang-Undang tersebut.

Namun, jawaban yang diberikan oleh pihak terkait sungguh di luar dugaan. Mereka berkilah, dengan banyaknya perusahaan swasta di kota Makassar, mereka kekurangan tenaga pengawas untuk mengawasi setiap perusahaan-perusahaan swasta yang ada. Sehingga mereka kesulitan melakukan pengawasan. Tapi kok bisa ya? Padahal stok pegawai negeri di departemen itu cukup banyak. Atau mungkin pegawainya banyak yang tidak berkompeten ya? atau ini ya? atau itu ya? upss. Hampir saja Saya ber-su’dzon di bulan puasa ini. Hehe.

Saya langsung bisa membayangkan kekecewaan beliau mendengar jawaban itu (saya saja kecewa apalagi beliaunya). Apa mau dikata, kita sebagai rakyat hanya bisa mendengar alasan-alasan yang ada. Jika ADA tindak lanjut setelahnya, itu baru luar biasa (semoga diberikan pahala bagi yang melakukannya. Amien). Tapi hal itu jarang terjadi...huuff (kata anak alay.hehe). Padahal dengan adanya pengawasan seperti itu, sudah bisa mengurangi penderitaan rakyat terutama kaum pekerja. Sehingga para pemilik modal atau pemilik perusahaan tidak semena-semana berbuat sesuka hatinya (saya teringat cerita salah satu sobat saya mengenai kisah dia dan pekerjaannya. Tapi mungkin ceritanya lain kali. hehe)

Akhirnya saya mulai berpikir, jika terus-terusan begini, apakah nanti seluruh rakyat masih akan percaya pada pemerintah dan semua bawahannya?? Jika tidak diingatkan, kapan perusahaan-perusahaan itu akan ‘menghargai’ kerja keras karyawannya?? Mari kita berdoa… amien.

Makassar 04 agustus 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline