Lihat ke Halaman Asli

Handoyo El Jeffry

Bukan Siapa-siapa, Hanya Ingin Menjadi Siapa

Makin Ngelantur, BW yang Tuduh, MK yang Dituntut Buktikan!

Diperbarui: 25 Juni 2019   03:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terkadang orang-orang pintar sekelas doktor atau profesor, ketika ia sudah terpeleset dari marwah prinsip akademiknya, bisa saja mendadak kehilangan kedoktoran atau keprofesorannya. Apalagi jika tak konsisten menjaga 'ruh' keilmuan yang fitrahnya adalah pintu pembuka kebenaran, ditamabah dengan ambisi urusan duniawi, maka nalar dan logika akdemiknya yang digalinya bertahun-tahun, akan menjadi sia-sia dan terbuang belaka.

Di saat itulah, seorang doktor atau profesor pun bisa mengalami turunnya logika (mindlessness condition), lalu tampak lebih bodoh dari seorang petani atau penggembala sapi. Atau merujuk terminologi Profesor Rocky Gerung, mendadak dungu tingkat tinggi.

Sebagai pembuka, coba kita ingat kembali kasus Dimas Kanjeng soal penggandaan uang. Tak tanggung-tanggung, korbannya adalah Marwah Daud PhD, seorang doktor lulusan terbaik jurusan komunikasi internasional bidang satelit di AS. Dia juga mantan anggota DPR RI dan sempat mundur dari jabatan MUI karena membela Dimas Kanjeng.

Nampaknya fenomena ini menimpa pula pada seorang Dr. H. Bambang Widjojanto, S.H., M.Sc., ketika yang bersangkutan saat ini menjadi Ketua TKH BPN Prabowo Sandi dalam sidang sengketa pilpres 2019 di MK. Bagaimana bisa diterima dengan akal sehat, pengacara yang menggugat suatu kasus ke pengadilan, tapi malah menyuruh hakim yang membuktikan kasusnya?

Dilansir dari merdeka.com, Bambang Widjojanto menyebut kecurangan dalam Pemilu 2019 dilakukan sangat canggih. Sehingga, yang bisa membuktikan itu justru pihak Mahkamah Konstitusi.

"Siapa yang bisa buktikan ini? Pemohon? Tidak mungkin. Kejahatan ini dilakukan dengan sangat canggih. Hanya institusi negara yang bisa atau orang memiliki keahlian luar biasa bisa membuktikan ini. Karena ini canggih," kata Bambang di Media Center Prabowo-Sandiaga, Jakarta Selatan, Senin (24/6).

Bambang menyebut, dalam sengketa Pilpres 2019 selalu yang dijadikan perbandingan adalah form C1. Itu untuk membuktikan perbedaan selisih suara. Kata dia, bakal sulit dengan sidang cara lama tersebut membuktikan kecurangan.

Menurut mantan pimpinan KPK itu, Mahkamah Konstitusi seharusnya menghadirkan metode investigasi saintifik dalam sidang.

"Ini jadi soal. C1 yang diupload ke dalam situng, maka sesungguhnya itu bermasalah. Maukah MK membuka itu untuk menjadi satu modern constitutional court di mana gunakan modern scientific investigation research," ucap Bambang.

Maka itu, menurutnya perlu dihadirkan ahli forensik teknologi informasi untuk membuktikan kecurangan. Seperti yang dia klaim dengan menghadirkan saksi ahli Jaswar Koto. Hal itu yang menurut Bambang, gagal dibantah pihak KPU dan TKN Jokowi-Ma'ruf.

"Sekarang gini pernah gak sengketa hasil presiden itu menghadirkan hasil forensik? Pernah gak ada ahli yang mengungkap kecurangan dengan metode forensik? Mempersoalkan sistem teknologi informasi dari kpu yg bermasalah?" kata Bambang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline