Lihat ke Halaman Asli

Acep Suhendar

Guru SMP Swasta di Cikarang

Lawan Hoaks dengan Literasi

Diperbarui: 13 Februari 2020   11:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

grid.id

Maraknya pengguna media sosial di Indonesia dapat menjadikan bangsa ini semakin terbuka terhadap perkembangan teknologi. Menurut Laporan We Are Social yang dikutip dari laman detik.com mengungkapkan bahwa total populasi Indonesia mencapai 265,4 juta jiwa, sedangkan pengguna internetnya setengah dari populasi, yakni sebesar 132,7 juta.

Bila dilihat dari jumlah pengguna internetnya, maka bisa dibilang seluruh pengguna internet di Indonesia sudah mengakses media sosial. We Are Social mengatakan 132,7 juta pengguna internet, 130 juta diantaranya pengguna aktif di media sosial dengan penetrasi 49%.

Angka-angka tersebut menunjukan perkembangan yang sangat pesat yang mana media sosial itu sendiri baru popular dalam sepuluh tahun terakhir. Dengan menjamurnya perkembangan ponsel pintar membuat dunia maya semakin banyak dikunjungi. Di sisi lain fenomena ini memberikan dampak negatif bagi bangsa Indonesia. Kemajuan teknologi yang tidak disikapi dengan bijak ini dapat memproduksi berita hoaks yang cukup mengkhawatirkan.

Menurut Badan Intilejen Negara (BIN) yang dikutip dari laman nasional.kompas.com, informasi hoaks sudah mencakup 60 persen dari konten media sosial di Indonesia ditambah lagi menurut kominfo dari lamannya kominfo.com, ada sekitar 800 ribu situs penyebar berita hoaks. Jelas angka ini bukan angka yang rendah di tengah perputaran pengguna media sosial di tanah air. Akibatnya masyarakat menjadi sulit untuk membedakan mana berita benar dan berita bohong (hoaks).

Hal yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah ketika ada pengguna media sosial yang terpengaruh dengan sebuah informasi lalu ikut-ikutan menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya tersebut, padahal dia sendiri sebenarnya tidak begitu paham dengan kebenaran berita tersebut namun menjadi terpengaruh dikarenakan berita yang sangat popular. 

Belum lagi di tengah tahun politik seperti sekarang ini produksi berita hoaks semakin menjamaur. Entah itu hanya sekadar digunakan untuk sekadar memprovokasi maupun menjatuhkan lawan politiknya. Dan lagi-lagi masyarakat kecil yang tidak tahu menahu menjadi korban berita hoaks tersebut dikarenakan terprovokasi dengan berita yang belum tentu terbukti kebenarannya.

Yang menjadi masalah di kemudian hari adalah kejahatan hoaks ini merupakan kejahatan model baru yang sangat berbahaya. Dikarenakan sifatnya yang sama seperti ujaran fitnah. Penyebarannya memang dilakukan secara halus tetapi dampak yang muncul akibat hoaks sangatlah mengkhawatirkan. Bagaimana tidak akibat hoaks ini dapat menyebabkan kerugian bagi pihak yang menjadi korban, selain itu dapat menjadi akar perpecahan antar masyarakat yang diakibatkan karena perbedaan penafsiran mengenai berita hoaks tersebut.

Yang menjadi perhatiaan saat ini belum adanya langkah konkret dalam menaggulangi menjamurnya penyebaran berita hoaks tersebut. Selain undang-undang, tidak ada lagi tameng yang menjadi penghalang. Permasalahannya adalah jika kita hanya bergantung pada undang-undang semata untuk melawan hoaks yang sudah sangat merasuk di bumi Indonesia ini, maka setiap masalah yang berkaitan dengan berita bohong (hoaks) hanya sampai meja pengadilan dan setelah itu jeruji besi sebagai eksekusi akhir dalam setiap permasalahan ini.

Setelahnya kasus serupa akan menyusul sehingga permasalahan kasus ini akan terus berputar tiada akhir. Sehingga banyak juga para generasi harapan bangsa yang akan menjadi korban dalam pusaran masalah tersebut. Maka dari itu sudah seharusnya kita sebagai masyarakat ikut berperan aktif dalam pencegahan masalah hoaks ini. Peran serta elemen masyarakat dapat mendorong terwujudnya penyebaran berita yang lebih beretika dan jauh dari berita bohong yang menyesatkan.

Cara yang dapat kita lakukan adalah dengan budaya membaca. Indonesia merupakan negara yang cukup memprihatinkan dalam hal budaya membaca. Setiap tahunnya budaya membaca masyarakat kita terus mengalami penurunan. Menurut informasi yang dikutip dari kompas.com, berdasarkan Studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu.

Indonesia berada pada peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat baca. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostawana (61). Padahal dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline