Kalimat di atas adalah kalimat terkenal dari Pemenang Nobel Perdamaian 2006 yaitu Muhammad Yunus. Kalimat tersebut juga masih relevan dengan kondisi sekarang apalagi di era Covid-19 ini.
Ini juga sebetulnya terambil dan terinspirasi dari Al-Quran yaitu "dan Dia-lah yang memberikan kekayaan dan kecukupan" (QS. 53:48). Tuhan menciptakan pasangan-pasangan. Yang menarik adalah kebalikan dan pasangan dari Kaya itu ternyata bukan Miskin. Dari sini jelas bahwa Tuhan tidak pernah menciptakan kemiskinan. Terus siapa sebenarnya yang menciptakan kemiskinan?
Nah ini yang menarik sebagai sebagai sistem kompleks. Bahwa manusia diciptakan tuhan dengan kemampuan mengelola. Kemampuan mengelola itulah yang harus dimaksimalkan agar tidak terjadi kemiskinan. Bagaimana caranya?
Aturan-aturannya sudah ada. Tapi menerapkan aturan tersebut tidak mudah, karena sistem terdiri dari banyak persamaan yang saling terhubung. Maka persoalan sekarang menjadi persamaan kompleks yang terkopel (Complex Systems). Lihat lagi tulisan saya di kompasiana sebelumnya pengantar sistem kompleks part 1.
Saya coba tulis sebagai tulisan berseri dan ini sebagai pengantar Ekonofisika dan Sosiofisika Part 1 ini. Ekonofisika (econophysics) adalah kombinasi 2 disiplin ilmu yaitu Fisika dan Ekonomi, sementara Sosiofisika (sociophysics) adalah kombinasi dari 2 disiplin ilmu yaitu Sosial dan Fisika. Paper saya terkait Ekonofisika dan sosiofisika bisa didapat pada berbagai link.
Kita membuat mengevaluasi sistem dengan big data dan coba mengoptimasi sistem tersebut. Ada banyak untuk mencari solusi maksimum global. Tapi tidak sedikit yang terjebak di solusi maksimum lokal.
Pemenang Nobel Ekonomi 2019 tahun lalu Abhijit Banerjee (MIT), Esther Duflo (MIT), Michael Kremer (Harvard University) karena kontribusinya "for their experimental approach to alleviating global poverty". Ya risetnya terkait berjuang melawan kemiskinan dalam sebuah eksperimen untuk menguji persamaannya. Salah satu objeknya pada kasus di Indonesia.
Banyak ide terkait penghapusan kemiskinan karena sulitnya menemukan titik objek yang tepat sehingga berimbas pada kebijakan yang tepat pada regulasi dan pengelolaan. Tentu semua pakar berlomba menemukan titik ini dan eksekusi dan dikawal secara tepat.
Salah satu ide yang menarik adalah dari pemenang nobel 2006 Yaitu Muhammad Yunus dengan slogannya A world of three Zeros. Yang juga dia tulis dalam buku dengan judul tersebut. Yaitu mulai membuat program secara sistematis dalam bidang ekonomi untuk 3 zero yaitu Zero Proverty (hilangkan Kemiskinan), zero unemployment (hilangkan pengangguran), dan zero net carbon emissions (hilangkan polusi udara).
Kalau kita perhatikan masih sejalan dengan isu dan amanat PBB untuk seluruh negara di dunia yaitu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan SDGs (Sustainable Development Goals) sebanyak 17 sektor.
Jika ini dilaksanakan maka harapan membuat zero kemiskinan bisa tercapai. Karena memang Tuhan tidak menciptakan kemiskinan. Sistem dan regulasi lokal-lah yang membuat sistem melenceng menjadi ke arah kemiskinan. Tombol dan saklar menghindar kemiskinan lah yang harus dipilih oleh kita bersama dengan mengatur entropi yang tepat untuk kasus negara masing-masing.