Lihat ke Halaman Asli

Gender dalam Islam

Diperbarui: 14 Oktober 2024   02:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

GENDER DALAM ISLAM

Aceng Wandi Wahyudin, acengwahyudin165@gmail.com

Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin hadir membawa misi keadilan dan kesetaraan bagi seluruh umat manusia, tanpa memandang suku, ras, golongan, dan jenis kelamin. Prinsip kesetaraan ini juga berlaku dalam konteks relasi gender antara laki-laki dan perempuan. Islam memandang laki-laki dan perempuan sebagai dua entitas yang berbeda namun setara, dengan peran dan fungsi yang saling melengkapi dalam kehidupan.

Namun, dalam perjalanan sejarah dan perkembangan sosial budaya, seringkali terjadi kesalahpahaman dan bias dalam memahami konsep gender dalam Islam. Hal ini mengakibatkan munculnya praktik-praktik diskriminatif yang merugikan perempuan dan menghambat terwujudnya kesetaraan gender sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

Salah satu bentuk bias gender yang sering terjadi adalah pembatasan peran perempuan di ranah domestik dan pengucilannya dari ranah publik. Perempuan seringkali hanya ditempatkan sebagai istri dan ibu rumah tangga, sementara laki-laki diberikan keleluasaan untuk berkiprah di ranah publik, seperti politik, ekonomi, dan pendidikan. Padahal, Islam memberikan hak yang sama bagi perempuan untuk menuntut ilmu, bekerja, dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial masyarakat.

Sebagaimana dijelaskan dalam artikel karya Cahyawati dan Muqowim (2023), tokoh Islam seperti M. Quraish Shihab menegaskan pentingnya kesetaraan gender dalam pendidikan. Shihab menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. "Melalui pendidikan, perempuan dapat membuat perubahan yang berguna bagi kemajuan perempuan di berbagai bidang."

Selanjutnya dalam Artikel karya Yuliati (2023) juga menguatkan pentingnya kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hukum dan pemerintahan. Yuliati menyatakan bahwa "setiap agama mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan dan peran yang setara sehingga dalam kehidupan bisa berjalan berdampingan dan saling melengkapi satu sama lain."

Dalam konteks keluarga, Islam mengajarkan pentingnya relasi yang harmonis dan berkeadilan antara suami dan istri. Suami sebagai pemimpin keluarga memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan menafkahi istri dan anak-anaknya, sementara istri memiliki peran penting dalam mendidik dan mengasuh anak-anak serta menciptakan suasana rumah tangga yang nyaman dan harmonis.

Adapun Artikel karya Purwitasari dan Al-Mubarok (2023) menyinggung tentang konstruksi sosial dan perdebatan di media sosial terkait peran gender dalam keluarga. Fenomena ini menunjukkan bahwa isu gender dalam keluarga masih menjadi topik yang relevan dan diperbincangkan di masyarakat.

Sedangkan Artikel karya Thabrani (2022) menjelaskan bagaimana media massa dapat memperkuat stereotip gender dan menyebabkan ketidakadilan gender. Oleh karena itu, penting bagi media massa untuk menyajikan informasi yang berimbang dan tidak bias gender.

Dalam menghadapi tantangan kontemporer, seperti globalisasi dan perkembangan teknologi, diperlukan reinterpretasi dan kontekstualisasi terhadap ajaran Islam tentang gender agar tetap relevan dan mampu menjawab permasalahan yang dihadapi masyarakat modern. Pemahaman yang komprehensif dan holistik terhadap ajaran Islam tentang gender akan membawa kepada terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai aspek kehidupan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline