OLEH FIKRY IZDIHAR AFRIZA
UNIVERSITAS PAKUAN FAKULTAS HUKUM BOGOR
Hukum di Indonesia bisa dikatakan sulit untuk mengatasi korupsi, karena hukum di Indonesia hanya mengatasi gejala-gejala korupsi, bukan mengatasi sebab akibat dari tindakan korupsi. Contohnya seperti menangkap pelaku, menyita aset, atau memberikan hukuman kepada pihak yang terbukti bersalah. Namun, langkah-langkah ini lebih bersifat reaktif dan jarang menyentuh akar permasalahan yang menyebabkan korupsi terus terjadi. Salah satu penyebab utamanya adalah sistem birokrasi yang masih memiliki banyak celah untuk disalahgunakan. Prosedur yang rumit dan tidak transparan sering kali menciptakan peluang bagi individu tertentu untuk mencari keuntungan pribadi.
Di sisi lain, pendekatan pemberantasan korupsi lebih banyak mengandalkan penegakan hukum, seperti operasi tangkap tangan atau pengadilan kasus besar. Meski hal ini memberikan efek jera, langkah-langkah tersebut tidak mampu menghentikan korupsi dari akarnya. Upaya preventif, seperti pendidikan antikorupsi, dan penyederhanaan proses administrasi, masih sering diabaikan.
Kondisi ini membuat korupsi tetap menjadi masalah yang berulang. Jika akar masalah tidak diatasi, maka akan selalu muncul pelaku-pelaku baru yang memanfaatkan celah yang sama. Untuk itu, dibutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif, termasuk reformasi struktural, penguatan pengawasan, dan perubahan budaya. Hukum harus menjadi alat yang tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga mencegah peluang korupsi terjadi di masa depan.
Budaya korupsi yang sudah mengakar juga menjadi hambatan besar. Banyak pihak yang menganggap korupsi sebagai cara untuk memperlancar urusan atau mempertahankan kekuasaan. Dalam lingkungan ini, praktik korupsi sering kali dianggap sebagai sesuatu yang "biasa" dan sulit untuk diberantas. Di sisi lain, mekanisme pengawasan sering kali tidak berjalan efektif. Lembaga pengawas yang ada terkadang tidak memiliki kekuatan yang memadai atau malah ikut terseret dalam praktik korupsi itu sendiri.
Kalau kondisi ini terus dibiarkan, korupsi akan terus jadi siklus yang tidak pernah selesai. Selalu ada pelaku baru yang muncul karena sistem dan budaya yang buruk. Maka dari itu Indonesia butuh pendekatan yang lebih serius dan menyeluruh. Tidak hanya fokus pada hukuman, tapi juga membangun budaya antikorupsi dari akarnya. Reformasi birokrasi, pengawasan yang benar-benar tegas, dan edukasi soal antikorupsi harus jadi prioritas utama. Dengan begitu, hukum tidak hanya jadi alat buat menangkap pelaku, tapi juga untuk mencegah korupsi di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H