OLEH DINDA NARULITA SEPTIANI
UNIVERSITAS PAKUAN FAKULTAS HUKUM BOGOR
LGBT adalah singkatan dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender Istilah tersebut mencakup kelompok dengan orientasi seksual berbeda dan identitas orientasi seksual yang berbeda dengan masyarakat heteroseksual atau cisgender. Perempuan yang tertarik pada perempuan dianggap lesbian, laki-laki yang tertarik pada laki-laki dianggap gay, orang yang tertarik pada lebih dari satu jenis kelamin dianggap biseksual, dan orang dengan identitas gender berbeda dianggap transgender, sebagaimana dianggap sebagai transgender menjadi gender.
Menurut studi Center Intelligence Agency (CIA), Indonesia memiliki populasi LGBT terbesar kelima di dunia setelah Tiongkok, India, Eropa, dan Amerika Serikat Berdasarkan data terkini Kementerian Kesehatan pada tahun 2022, terdapat 1095970 (0,0044%) kelompok LGBT di Indonesia Berdasarkan data tersebut, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah LGBT terbanyak yakni sebanyak 300.198 jiwa Provinsi Kalimantan Selatan saat ini 5.089 jiwa dan memiliki jumlah hubungan homoseksual antar laki-laki tertinggi dengan jumlah 3.535 jiwa Secara statistik, angka ini kemungkinan akan lebih rendah lagi mengingat masih banyak kelompok LGBT yang belum siap membuka diri kepada masyarakat umum.
Kota Bogor merupakan kota representatif di Provinsi Jawa Barat, dan proporsi penderita LSL dan HIV/AIDS bergolongan LGBT di Provinsi Jawa Barat mencapai 900 orang, yang terdiri dari 311 orang biseksual, 235 orang gay, dan 100 orang non-biner Ada 38 orang transgender. Angka tersebut terus bertambah seiring fenomena perubahan pandangan masyarakat Indonesia terhadap kaum homoseksual (Komite Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bogor, 2016). LGBT merupakan masalah kesehatan jiwa dan dapat diobati, namun aktivis LGBT berpendapat bahwa kelompok LGBT tidak menderita gangguan jiwa sehingga tidak perlu diobati. Alasan mereka LGBT adalah faktor genetik, jadi tidak bisa menyalahkan kondisi yang sudah ada sebelumnya. Perdebatan yang tidak ada habisnya ini menimbulkan konflik antara dua kubu yang masing-masing mempunyai alasan ilmiah untuk mempertahankan pendapat dan ideologinya.
Penanganan terhadap kasus LGBT akan melibatkan peninjauan ulang peraturan tentang perilaku LGBT, pembentukan pusat pembelajaran untuk membantu korban LGBT kembali berperilaku normal, dan mendorong korban LGBT untuk kembali melakukan tindakan dan perilaku normal. Hal ini dapat dilakukan dengan menyatukan berbagai kelompok untuk membantu mengembalikan penderita LGBT agar dapat berperilaku dan bersikap normal kembali.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI