Lihat ke Halaman Asli

Nostalgia Perjalanan Setahun Yang Lalu

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13394993501051838249

Di bulan Juni 2011, saya melakukan sebuah perjalanan. Berdua dengan seorang rekan bernama Opic, kami menyusuri jalan, hari demi hari. Ini adalah impian seorang bocah yang baru terlaksana dikala dia dewasa. Dan semua berawal dari dongeng tentang para pejalan.. Tulisan Pembuka Yang Panjang Saya dilahirkan di tengah keluarga sederhana (nama lain dari keluarga bertaraf ekonomi pas pasan). Namun begitu saya bahagia karena memiliki seorang Bapak yang seorang pendongeng dan Almarhumah Ibu yang pandai memasak. Saat saya belum lagi besar, Bapak hobi mendongengkan kisah-kisah perjalanan hidupnya dan kisah perjalanan orang-orang hebat. Yang paling sering Bapak kisahkan adalah jalan hidup meraka yang begitu ingin tahu luasnya dunia. Aneh, Bapak senang sekali bercerita. Padahal sejatinya beliau tidak pernah mengajak saya kemana mana selain hanya lintas alam ke tempat-tempat terdekat. Kelak, saat saya dewasa baru saya tahu, itu semua hanya karena masalah ketiadaan ongkos perjalanan saja. Pantaslah jika saat saya kecil dulu dan mengajukan nama-nama tempat semacam pantai, danau, atau gunung-gunung, Bapak hanya membalas impian saya dengan senyuman. Hmmm.. keadaan ekonomi yang menindas memang harus dihadapi dengan senyuman. Haripun berlalu, saya tumbuh membesar bersama masakan buatan Ibu. Dan inilah cita-cita saya semasa SMA. Lulus sekolah, bekerja untuk mengumpulkan uang, kemudian terbang entah kemana. Yang saya inginkan hanya satu, mewujudkan apa saja yang pernah Bapak dongengkan. dan itu artinya adalah saya akan mengelana sejauh mungkin mengikuti kata hati, agar saya tahu luasnya dunia. Mei 1998. Indonesia sedang bergejolak, tapi saya tidak. Saat itu saya sedang berkelahi dengan EBTANAS (ujian akhir). Setelah semuanya selesai, tiba-tiba hampir setiap orang yang saya temui senang berceloteh seputar dunia mahasiswa. Ya, itu adalah jaman keemasan mahasiswa. Saat itu, siapa yang tidak terinspirasi untuk menjadi seorang mahasiswa? Sayapun larut di dalamnya. Beberapa waktu kemudian, saya yang tadinya berseragam putih abu-abu telah menjadi seorang mahasiswa semester satu di sebuah perguruan tinggi lokal di kota kelahiran saya. Gugur sudah impian saya untuk bekerja mengumpulkan uang lalu terbang menjadi seorang pejalan. Empat semester pertama saya lalui dengan terengah engah. Ini bukan tentang IPK. Nilai saya di empat semester pertama baik-baik saja. Saya hanya merasa tidak nyaman. Gembar gembor kehebatan mahasiswa semakin hari semakin terkikis oleh jadwal kuliah yang menyebalkan. Saya tidak bisa kemana mana. Padahal impian yang dulu terkubur oleh gegap gempita 1998, kini kembali hadir menyeruak. Saya ingin berjalan entah kemana. Syukurlah, semester 5 saya bergabung dengan pencinta alam kampus. Di sini, saya seperti sedang memeluk mimpi. Detik demi detik menghunjam dan kita tak pernah bisa untuk menghentikannya. Sebaliknya, dengan beringasnya sang waktu memanen usia kita. Tiba-tiba saya sudah bisa dibilang dewasa. Tiba-tiba saya sudah akan melangkah ke pelaminan. Tiba-tiba impian lama hadir kembali seperti hendak menghajar ingatan saya. Kemudian, suatu hari di bulan Juni 2011 (sesaat sebelum saya menikah), saya sadar bahwa saya harus melakukannya. Saya hanya punya waktu yang sedikit. Saat nanti saya sudah berkeluarga, impian ini akan menjadi semakin rumit. Rencana Gila Yang Terwujud : Mengalir Jauh Mengayuh BMX Hari ini setahun yang lalu.. Say sedang ada di Kabupaten Sumenep, sebuah kota di Pulau Madura - Jawa Timur. Ya, akhirnya saya benar-benar terbang. Memang tidak jauh, tidak sehebat orang-orang yang berkeliling nusantara atau bahkan dunia. Tapi inilah yang saya inginkan. Sudah bertahun tahun saya menundanya. Mengayuh sepeda kecil BMX mencumbui pesona Pulau Jawa bagian timur.

Saat Tiba di Sumenep

Inilah Kisah Perjalanan Saya Dimulai pada tanggal 3 Juni 2011 sekitar pukul 18.30 WIB. Saat itu saya sedang di rumah (Jember), menikmati secangkir kopi bersama beberapa kawan pencinta alam. Selayaknya pencinta alam yang lain, obrolan kami juga tak jauh-jauh dari yang namanya petualangan. Cerita mengalir begitu saja, mulai dari mendaki, susur sungai, hingga berbagi cerita tentang sepak terjang para petualang yang pernah kami baca di sebuah buku atau blog. Kisah kisah yang kami ceritakan, mengantarkan saya untuk kembali mengingat impian masa kecil. Dulu, ketika saya masih SD (entah kelas berapa) dan ketika saya hanya memiliki sepeda BMX merk tak terkenal, saya sering membayangkan berkelana jauh menggunakan BMX. Dan sekarang, entah mendapat inspirasi dari mana, tiba-tiba keinginan itu muncul kembali dan semakin mengerucut. Saya ingin bmengayuh BMX menuju pulau garam Madura. Menyadari keterdiaman saya, salah seorang dari teman saya bertanya kenapa saya diam. Nah, saat itulah saya mengucapkan apa yang ada di benak. Tak lama kemudian, seorang kawan bernama Opic menimpali ucapan saya, “Ikut Mas..” Permulaan cerita yang menurut orang lain bisa jadi hanya dianggap insidental. Tapi sejatinya itu hanyalah bom waktu. Begitulah awalnya, kisah bulan Juni tahun lalu. Karena saya hanya punya satu sepeda BMX sementara si Opic tidak punya, langkah selanjutnya adalah mencarikan Opic pinjaman BMX. Satu jam kemudian, masalah teratasi. Seorang sahabat bernama Mungki meminjamkan BMX-nya untuk Opic. Berikutnya, kami segera packing. Dan pada pukul sepuluh malam (hari itu juga) kami memulai kayuhan yang pertama. Ohya, masing-masing dari kami hanya mengantongi uang 50 ribu rupiah. Total hanya seratus ribu. Uang itu kami lipat kecil sekali sebelum akhirnya dimasukkan dompet. Berharap uang itu akan digunakan jika benar-benar dibutuhkan. Perjalanan pertama di malam hari tidak sampai mengantarkan saya untuk keluar dari Kabupaten Jember. Kami terdampar di Sekretariat Pencinta Alam WACHANA yang ada di Balung, sebuah desa di Jember Selatan. Esok paginya, sekitar pukul delapan, saya dan Opic kembali melanjutkan perjalanan. Lumajang adalah kota pertama yang berhasil kami kecup. Rute Perjalanan

Jember - Lumajang - Probolinggo - Pasuruan - Sidoarjo - Surabaya - Bangkalan - Sampang - Pamekasan - Sumenep - Situbondo - Bondowoso - dan kembali ke kota kecil Jember.

Saya dan Opic juga sempat mengunjungi dua pulau kecil. Pulau-pulau kecil itu  adalah Pulau Mandangin (masuk Kabupaten Sampang - Madura) dan Pulau Talango (masuk Kabupaten Sumenep - Madura). Wisata Kota Paling Indonesia

Lumajang

1339503283840213988

Sahabat kompasianer, apa yang anda tahu tentang Kabupaten Lumajang? Konon kabarnya, kota yang terkenal dengan julukan kota pisang ini dulunya bernama Lamajang. Ah, entahlah.. saya tidak berani memastikan. saya dapatkan kisah itu di sebuah warung kopi dekat POM bensin. Mereka juga sempat bertutur tentang panjang punjung pasir wukir gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharsa. Itu tertulis di sebuah prasasti dan saya tidak tahu artinya, hehe.. maap. Lumajang memang penuh peninggalan berupa prasasti. Yang paling dikenal oleh pendaki dan para pencinta alam Jawa Timur adalah prasasti Ranu Gumbolo. Begitulah sekelumit tentang Lumajang, kota yang sangat tua dan berhawa sejuk.

Probolinggo

13395036501683914046

Opic dan Suhada (nama BMX-nya), teman seperjalanan saya

Hotel bintang lima bagi seorang pejalan adalah POM bensin. Saya selalu mengingat itu, belajar dari perjalanan-perjalanan kecil sebelumnya. Dan itu terbukti saat saya (dan Opic, rekan seperjalanan) sampai di kota Probolinggo. Ada sebuah POM yang unik, asyik dan sejuk buat berteduh. Sangat sejuk malah, mengingat POM ini ada di jalur terik matahari (kalau siang hari). Menurut salah satu petugas POM, ini adalah milik keluarga AKAS. Terima kasih, saya pernah sangat nyaman berteduh di sana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline